Selamat Datang di Blog Hutanku Hutanmu

Semoga Blog ini bisa memberi sedikit manfaat sebagai wadah informasi dan sharing tentang kehutanan

Jumat, 23 Januari 2015

DAS DI PULAU LOMBOK TERCEMAR? (Sebuah kajian)



Oleh :
Renny Retnowathi

ABSTRAK
DAS memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena segala aktifitas manusia bergantung pada keberadaannya baik untuk kebutuhan irigasi, pertanian, industri, konsumsi rumah tangga, wisata, transportasi sungai, dan kebutuhan lainnya. Namun, air yang dihasilkan dari DAS juga bisa merupakan ancaman bencana seperti banjir dan sedimentasi serta berbagai penyakit yang dapat ditimbulkannya. Potensi air yang dihasilkan dari suatu DAS perlu dikendalikan melalui serangkaian pengelolaan baik terhadap kuantitas maupun kualitas yang dihasilkannya sehingga ancaman bencana banjir pada musim penghujan dapat ditekan sekecil mungkin dan jaminan pasokan air pada musim (kemarau) tercukupi secara berkelanjutan, serta kualitas air yang dihasilkan bebas dari berbagai macam polutan sehingga mampu menjamin keberlangsungan hidup masyarakat disekitarnya. Makalah ini menyajikan deskriftif penulis tentang pencemaran DAS di Pulau Lombok berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, dengan uraian sederhana mengenai pencemaran DAS di P. Lombok berdasarkan penggunaannya.


I.    PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai atau DAS adalah hamparan pada permukaan bumi yang dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai ke arah lembah di hilir. DAS oleh karenanya merupakan satu kesatuan sumberdaya darat tempat manusia beraktivitas untuk mendapatkan manfaat darinya. Agar manfaat DAS dapat diperoleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (Tejowulan dan Suwardji, 2002).
Dalam kurun beberapa tahun terakhir kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor, erosi, sedimentasi bahkan kekeringan sering menjadi pemberitaan di setiap daerah di negeri kita. Hal yang terfikirkan akibat dampak tersebut tentu saja kembali kepada manusia, apa yang salah?, bagaimana seharusnya?. Pertanyaan tersebut secara spontan mengarah pada hutan dan kondisi DAS.
Dampak pengrusakan hutan oleh eksploitasi yang berlebihan ternyata sangat berpengaruh terhadap kondisi DAS di negara kita, tidak terkecuali DAS di Pulau Lombok. Peran strategis DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan sumberdaya semakin nyata pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan penjamin kualitas air yang dicerminkan dengan terjadinya banjir, kekeringan dan sedimentasi yang tinggi. Dalam prosesnya, maka kejadian-kejadian tersebut merupakan fenomena yang timbul sebagai akibat dari terganggunya fungsi DAS sebagai satu kesatuan sistem hidrologi yang melibatkan kompleksitas proses yang berlaku pada DAS. Salah satu indikator dominan yang menyebabkan terganggunya fungsi hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis.
Dengan semakin berkembangnya populasi manusia dengan berbagai aktifitas dan pola hidup dalam pemenuhan kebutuhan dapat berakibat pada eksploitasi yang berlebihan terhadap lahan dan sumberdaya yang ada. Permukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan meluasnya lahan kritis hampir disemua propinsi di negara kita tidak terkecuali di Propinsi Nusa Tenggara Barat khususnya di Pulau Lombok, yang berdampak pada penurunan kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS). Penurunan kondisi hidrologi sungai bukan hanya mengenai terbatasnya supply air untuk pemenuham berbagai kebutuhan namun juga pada kualitas air yang akan digunakan yang berdampak pada kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan yang memanfaatkan keberadaan air sungai baik secara langsung maupun tidak.
Hal ini ditunjukkan oleh data dari Dinas Kehutanan Propinsi NTB Tahun 2013 yang menyatakan  bahwa terdapat lahan kritis seluas 444.409,2 ha. Atau sekitar 22,04% dari luas total wilayah Propinsi NTB. Selain itu, sekitar 480 ribu hektare hutan lindung, 419 ribu hektare hutan produksi, 170 ribu hektare non produksi termasuk 41 ribu hektare di dalam kawasan Balai taman Nasional Gunung Rinjani dan 128 ribu hektare kawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) juga mengalami degradasi 50 ribu hektare setiap tahun.
Sementara Data versi Balai Wilayah Sungai (BWS) NTB, wilayah NTB telah kehilangan sedikitnya 300 unit sumber air akibat kerusakan Daerah AliranSungai (DAS) yang dipicu oleh berbagai persoalan seperti praktek pembabatan hutan secara liar (illegal logging) dan eksploitasi bahan tambang secara berlebihan.  Mata air (sumber air) di wilayah NTB yang dulunya mencapai 500 titik kini tinggal 120-an titik saja karena terjadi defisit air permukaan akibat kerusakan DAS. Bahkan, sejumlah lembaga penelitian melaporkan, akibat kerusakan kawasan hutan itu, volume air di Pulau Lombok berkurang sekitar satu miliar kubik setiap tahun.   Hal itu diketahui dari penurunan volume air pada pengelolaan dua DAS di Pulau Lombok masing-masing DAS Dodokan yang dalam dua tahun terakhir ini kehilangan volume air sebesar dua miliar meter kibik dan DAS Menanga yang telah kehilangan 300 ribu meter kubik. Gejala lain ditunjukkan dengan peningkatan suhu maksimum sebesar 0,70 C dan suhu rata-rata minimum terjadi peningkatan sebesar    1,20 C dan dinyatakan bahwa Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan propinsi dengan kenaikan suhu yang sangat tinggi di Indonesia.
Informasi dan data yang ditunjukkan diatas merupakan sinyalemen adanya perubahan kondisi DAS di Propinsi NTB tidak terkecuali DAS di Pulau Lombok. Berdasarkan pertimbangan  tersebut maka penulis ingin mengetahui bagaimana pencemaran DAS di Pulau Lombok, apakah sudah terjadi? dan bagaimana bentuk perubahannya ?. Namun karena berbagai keterbatasan maka penulisan ini hanya menyajikan analisa deskriptif dari beberapa data hasil penelitian yang dilaksanakan  pada DAS di Pulau Lombok dan dengan pengamatan sederhana mengambil tolak ukur dari pencemaran secara fisik (warna, bau, sedimentasi) dan dampak pencemaran yang ditimbulkan.

1.2.   Maksud
Penyusunan makalah ini  dimaksudkan salah satu bahan pertimbangan dan masukan dalam penyusunan kebijakan/program di wilayah  DAS di Pulau Lombok dan sebagai salah satu bahan pertimbangan kondisi DAS di Pulau Lombok  dalam penyusunan Perda Pengelolaan DAS di Provinsi NTB yang sedang disusun.


II.           METODE

Metode pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penulisan ini yakni dengan teknik observasi,  dan pengumpulan data sekunder (data kegiatan, hasil penelitian dan hasil pemantauan sederhana) dan studi pustaka (literatur artikel-artikel yang berhubungan dengan kondisi DAS di Pulau Lombok).


III.    PEMBAHASAN

3.1.       Indikator Pencemaran Air

Polusi Air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur atau komponen lainnya kedalam air sehingga kualitas air terganggu. Kualitas air terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa dan warna. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi 3 yakni :
1.      Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.
2.     Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.
3.     Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Tingkat pencemaran yang terberat adalah akibat limbah industri besar maupun industri rumah tangga  yang dibuang ke sungai. Pencemaran di sungai telah menyebabkan ekosistem dan habitat air menjadi rusak bahkan mati. Untuk sungai, pembuangan limbah industri/pabrik telah merusak habitat sungai sepanjang puluhan kilometer. Limbah industri ini mengandung logam berat, toksin organik, minyak dan zat lainnya yang memiliki efek termal dan juga dapat mengurangi kandungan oksigen dalam air. Limbah berbahaya ini selain menyebabkan kerusakan bahkan matinya habitat sungai, juga mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai yang menggunakan air sungai tersebut untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci dan Kakus).
Tidak hanya sepanjang aliran sungai, resapan bahan kimia juga mencemari air bawah tanah sepanjang belasan bahkan puluhan meter dari sungai tersebut. Pengeboran air bawah tanah yang dilakukan penduduk di dekat aliran sungai sering kali mendapatkan air bawah tanah yang keruh kehitaman, berbau bahkan berlendir. Dan bila dipaksakan untuk keperluan MCK akan mengakibatkan penyakit dan gatal gatal pada kulit (Anonim, 2011).
Ditambahkan lagi bahwa selain limbah industri, limbah rumah tangga juga memiliki peranan yang besar dalam pencemaran air. Limbah rumah tangga ini terbagi menjadi 2 golongan, yakni limbah organik dan anorganik. Limbah organik adalah limbah yang dapat diuraikan oleh bakteri seperti sisa sayuran, buah dan daun daunan. Sementara limbah anorganik tidak dapat diurai oleh bakteri seperti bekas kaca, karet, plastik, logam, kain, kayu, kulit, dan lain – lain.

3.2.  Beberapa Hasil Penelitian
Dalam suatu penelitian BLHP Propinsi NTB (2012) mengungkapkan bahwa tingkat pencemaran yang terjadi di beberapa sungai di pulau Lombok memprihatinkan, BLHP telah melakukan penelitian di beberapa aliran sungai di  P. Lombok yakni di sungai Jangkuk, Meninting, Ancar, Babak dan Dodokan. Dari beberapa kali pengambilan sampel diketahui bahwa pencemaran di sungai tersebut didominasi oleh bahan-bahan kimia, biologi dan kandungan E Coli baik dari jenis hewan maupun manusia. Pencemaran tersebut disebabkan oleh kebiasaan masyarakat untuk membuang sampah dan melakukan aktifitas buang air besar di sungai,  pencemarannya sudah melampaui ambang baku mutu sehingga air sungai sudah tidak bisa dimanfaatkan untuk air bersih, namun hanya bisa digunakan untuk kegiatan pertanian, perkebunan dan kehutanan (pembuatan kebun bibit).
Permasalahan yang muncul berkaitan dengan sumberdaya air adalah penurunan kualitas air pada beberapa sungai dan sumur, secara fisik (parameter pH, jumlah zat padat terlarut (TDS) dan daya hantar listrik (DHL)) sungai-sungai dan sumur yang ada di Provinsi NTB memang masih dalam kondisi normal. Namun,  secara kimia dan biologi, beberapa sungai dan sumur terindikasi pencemaran berdasarkan kriteria baku mutu kualitas air sebagaimana diatur dalam PP No. 82/2001.
 Parameter kimia yang terindikasi sebagai bahan pencemar adalah amonium (NH4), pospat (PO4), detergen (MBAS), logam larut Mangan (Mn), Nitrit ((NO2), Flourida (F) dan Besi (Fe). Sejumlah sungai NTB yang terindikasi pencemaran adalah sungai Pagesangan di Kota Mataram. Pencemaran kimia di sungai ini telah melampuai baku mutu air kelas II untuk kadar poapat, detergen, nitrit. BOD yang terukur disungai ini cukup tinggi berturut-turut 0,24-0,26 mg per liter, 0.04-0,82 mg per liter, 0,1 mg per liter dan 3,1-5,6 per liter. Selain itu, Sungai Meninting (Lombok Barat) yang terindikasi pencemaran detergen dengan kadar 0,08 -0,12 mg per lieter, kadar BOD sebesar 5,9 mg per liter dan sungai ini juga tercemar bakteri e-col. Sementara Kali Manhal di Lombok Tengah telah melampaui baku mutu kualitas air kelas II untuk papameter pospat, detergen dan BOD dengan nilai berturut-turut 0,32 mg per liter, 0.05-0,011 mg per liter dan 3,8-7,9 mg per liter. Terjadinya pencemaran sungai tersebut, antara lain karena sebagian masyarakat masih membuang sampah dan buang air besar di sungai. Hampir semua sungai di NTB tercemar bakteri E-coli karena di sungai bagian tengah dan hilir, masyarakat buang air besar dan membuang limbah rumah tangga di sungai, sehingga air sungai tidak bisa dikonsumsi. Sebagian kondisi sungai di NTB tidak layak dipergunakan manusia untuk keperluan sehari-hari, karena tingkat pencemarannya cukup tinggi, melebihi ambang baku mutu,. Air sungai yang tercemar bakteri E-coli tersebut tidak layak untuk dikonsumsi, karena bisa mengakibatkan berbagai penyakit terutama diare dan kolera. Air sungai hanya bisa digunakan untuk keperluan irigasi. Secara kimia dan biologi,  beberapa sungai terindikasi pencemaran berdasarkan kriteria baku mutu kualitas air sebagaimana diatur dalam PP No. 82/2001. Dalam upaya mencegah semakin meningkatnya pencemaran sungai Pemerintah Kota Mataram menginisiasi program restorasi sungai dengan melakukan pembersihan sungai dan saluran air secara berkala.
Senada dengan hal tersebut Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Mataram H Mutawalli  mengatakan bahwa selama ini bantaran sungai yang ada di daerah ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti membangun rumah, bahkan menjadikan sungai sebagai bak sampah.Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya degradasi atau penurunan kemampuan sungai untuk mendukung berbagai fungsi. Karena itu dilaksanakan program restorasi sungai, yakni mengembalikan fungsi alami yang telah terdegradasi oleh intervensi manusia. Restorasi sungai adalah perubahan paradigma dalam ilmu rekayasa sungai (river engineering) yaitu perubahan dari pola penyelesaian berdasarkan aspek teknik sipil hidro secara parsial menjadi penyelesaian terintegrasi aspek hidraulik, fisik, ekologi, dan sosial.
Hasil penelitian yang dilakukan Fidaus (2011) mengungkapkan bahwa hasil analisis kualitas air sungai pada DAS Dodokan yang airnya masuk ke waduk Batujai, menunjukkan pencemaran oleh limbah domestik, pertanian, dan peternakan yang tersebar keberadaannya. DO, BOD, dan fosfat melebihi BMA PP RI No. 82/2001 untuk kelas I. Tingginya konsentrasi parameter-parameter tersebut merupakan indikator bahwa air Sungai yang masuk ke waduk telah mengalami pencemaran organik dan nutrientt (N dan P). Menurut Davis et.al, yang dikutip oleh Effendi (2003), parameter-parameter di atas merupakan limbah-limbah yang berasal dari sumber-sumber pencemaran seperti limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pupuk, dan limpasan dari daerah pemukiman (Firdaus, 2011).
Berbeda  dengan ketiga hasil penelitian diatas, penelitian  yang dilakukan oleh ICRAF (2010) yang dilakukan pada DAS Jangkok  mengungkapkan bahwa dari hasil pengambilan sampel air sungai di beberapa beberapa titik mulai dari wilayah hulu, tengah maupun hilir, yang dilakukan pada waktu yang berbeda disimpulkan bahwa DAS Jangkok masih dinyatakan layak dan belum tercemar dari bahan-bahan polutan, karena dari beberapa jenis polutan yang ditemukan dinyatakan masih berada di bawah ambang batas pencemaran.

3.3.  Identifikasi Pencemaran DAS di Pulau Lombok
Dari berbagai data yang diperoleh dan mengacu pada beberapa hasil penelitian yang dilakukan pada DAS di Pulau Lombok maka secara sederhana penulis membagi pencemaran DAS di Pulau Lombok berdasarkan penggunaannya. Hal ini didasarkan pada pemanfaatan air sungai yang masih banyak digunakan oleh masyarakat pulau Lombok yang sebagian besar penduduk  bermata pencaharian sebagai petani, namun tidak sedikit yang mejadi peternak, nelayan, buruh, bahkan pegawai. Identifikasi tersebut yakni :
A.   Keperluan Rumah Tangga
Pada umumnya di wilayah Pulau Lombok penurunan kualitas air banyak terjadi pada wilayah tengah maupun  hilir sungai, karena seperti kita ketahui bahwa sebagian besar penduduk P. Lombok tinggal dan beraktifitas di wilayah tengah dan hilir DAS. Penurunan kualitas air sungai banyak disebabkan oleh pembuangan limbah industri baik industri rumah tangga maupun industri besar, pembuangan kotoran hewan maupun akibat pola hidup manusia yang membuang sampah organik, sampah plastik, penggunaan deterjen dan melakukan aktifitas buang air di sungai, bahkan tidak jarang petani yang berada dekat dengan sungai membuang hasil pengolahan pertanian di sungai, sehingga menyebabkan bertumpuknya berbagai macam polutan dalam sungai yang berbahaya bagi kesehatan seperti diare, kolera, penyakit kulit, malaria, disentri bahkan gangguan pernafasan oleh polusi udara yang ditimbulkan. Yang tidak kalah berbahayanya adalah kandungan pestisida dan bahan anorganik lainnya yang banyak digunakan pada kegiatan pertanian akan berdampak sangat tidak baik jika air sungai tersebut digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, karena bukan tidak mungkin bahan berbahaya tersebut akan tersimpan dan mengendap di dalam tubuh dan lambat laun mengakibatkan penyakit yang berbahaya seperti kanker maupun tidak berfungsinya organ-organ tubuh.
Dari uraian tersebut maka dapat diidentifikasikan bahwa berdasarkan penggunaannya untuk keperluan rumah tangga seperti untuk air minum, mencuci, memasak, dan segala keperluan rumah tangga lainnya maka air sungai yang berada di wilayah Pulau Lombok tidak layak untuk digunakan dan dinyatakan sebagai air yang tercemar.
B.   Untuk Kegiatan Peternakan
Dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga, masyarakat P. Lombok mengembangkan kegiatan peternakan seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam dan itik. Dalam pengamatan sehari-hari,  peternak masih menggunakan air sungai untuk kebutuhan ternak seperti untuk memandikan ternak bahkan dimanfaatkan untuk air minum terutama pada ternak besar, dan hal ini masih berlangsung sampai saat ini, dan kenyataannya hewan ternak mampu survive dalam kondisi tersebut dan tetap hidup dan berkembang biak dengan baik, dan dimungkinkan bahwa hewan ternak tersebut memiliki sistem imun (kekebalan) yang lebih tinggi dibanding manusia, dan polutan yang ada masih berada di bawah ambang batas untuk kegiatan peternakan. Oleh karena itu untuk pemenuhan kebutuhan peternakan air sungai di P. Lombok dinyakan masih memadai dan belum dinyatakan sebagai sungai yang tercemar.
C.   Kegiatan Pertanian
Negara kita dikenal dengan negara agraris dimana sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, begitu juga dengan masyarakat di P. Lombok yang sebagian besar hidup sebagai petani dan buruh tani. Dalam mendukung kegiatan pertanian masyarakat sangat membutuhkan ketersediaan air sungai untuk kegiatan irigasi.
Penggunaan pestisida dan pupuk anorganik lain pada kegiatan  pertanian  digunakan sebagai support terhadap tanaman agar mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik, namun dari beberapa penelitian dinyatakan bahwa hanya 20% dari pemberian pestisida yang mampu diserap oleh tanaman yang selebihnya akan dilepaskan melalui tanah dan udara. Pada saat hujan pestisida yang berada di permukaan tanaman dan permukaan tanah akan dibawa oleh air melalui aliran permukaan (run off) sebagai akibat kurangnya penutupan tanah (vegetasi penutup tanah, seresah dan mulsa). Run off yang terjadi akan menyebabkan sedimentasi dan pencemaran air yang berdampak pada pendangkalan sungai sehingga terjadi peluapan air sungai dan banjir, disamping akan menyebabkan punahnya beberapa mahluk hidup kecil (oleh keracunan pestisida) sebagai sumber makanan bagi ikan, sehingga populasi beberapa jenis ikan, udang dan hewan air lain akan menurun. Disamping itu bahan larutan yang berasal dari deterjen akan sangat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman.
Melihat produksi pertanian di wilayah P. Lombok yang terus menunjukkan respon yang cukup baik dengan hasil produktifitas yang meningkat, hal ini merupakan petunjuk bahwa DAS di P. Lombok dalam penggunaannya untuk kegiatan pertanian masih cukup memadai dan belum dikategorikan sebagai DAS yang tercemar, berbeda halnya jika terjadi kegagalan panen atau penurunan produksi pertanian secara signifikan dan berkelanjutan. Namun hal ini perlu penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam dengan metode yang jelas dan pengkajian laboratorium.
D.   Kegiatan Perikanan
Kegiatan perikanan dalam kaitannya dengan pencemaran  sungai pada DAS di P. Lombok dibedakan dalam dua kategori yakni perikanan alami yang memang hidup dan berkembangbiak secara alami di sungai dan pengembangan perikanan oleh masyarakat melalui pemeliharaan ikan.
Dari hasil pengamatan sederhana dan informasi yang diperoleh dari beberapa orang (belum ditemukan informasi secara pasti) disimpulkan bahwa populasi  jenis maupun volume ikan dan sejenisnya, menunjukkan penurunan baik dari ikan, udang, kepiting, atau hewan air lainnya. Namun hal ini tidak dapat disimpulkan secara langsung bahwa penurunan volume dan jenis menunjukkan pencemaran terhadap sungai tapi bisa juga disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan dengan tidak mengindahkan azaz kelestarian lingkungan. Pertimbangan lain dilihat dari pengembangbiakan ikan dengan keramba, bahwa berdasarkan hasil observasi dilapangan, kegiatan pengembangan perikanan banyak dilakukan pada wilayah hulu dengan ketersediaan air yang cukup dan kualitas air yang lebih baik. Ini juga dapat dijadikan indikasi bahwa pencemaran DAS di wilayah tengah maupun hilir dikhawatirkan akan menyebabkan kegagalan pada usaha perikanan mereka.
E.    Kegiatan Pengembangan Budidaya disekitar pantai
Dalam kegiatan pengembangan budidaya mutiara yang dilakukan di kawasan pantai yang berbatasan dengan muara sungai di P. Lombok, diperoleh informasi bahwa telah terjadi penurunan hasil produksi mutiara di wilayah tersebut bahkan banyak yang harus merugi karena kematian kerang mutiara yang mereka budidayakan. Kondisi ini sering terjadi terutama pada saat musim hujan dimana air sungai mengalami penguapan dan membawa bahan-bahan berbahaya dan sedimentasi yang over. Plangkton dan jasad renik yang tumbuh dan berkembang di wilayah perairan pantai banyak tercemar terutama oleh penggunaan pestisida dan bahan anorganik pada kegiatan pertanian. Bahan-bahan berbahaya tersebut  pada musim hujan akan dibawa melewati aliran permukaan menuju ke sungai dan kemudian ke laut. Plangkton dan jasad renik yang merupakan konsumsi dari kerang mutiara  akan membawa efek berbahaya oleh kandungan bahan pencemar yang dibawanya, sehingga menyebabkan kegagalan pada kegiatan pengembangan budidaya kerang mutiara, dan jenis ikan-ikanan pada wilayah perairan tersebut. Hal ini juga diungkapkan oleh Kusmini 2012 limbah air raksa yang masuk kedalam mata rantai makanan di ekosistim mulai dari air tanah, sungai dan laut yang akhirnya berkumpul pada ikan sebagai ujung dari mata rantai itu. Air raksa akan masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari air maupun mengikuti mata rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan, crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari masyarakat di pesisir pantai. Jika seseorang mengomsumsi ikan atau meminum air dari sekitar DAS sungai yang terkontaminasi air raksa, maka kadar air raksa dalam tubuh manusia yang memakan ikan atau minum air terkontaminasi tsb makin bertambah, pada jumlah tertentu kontaminasi air raksa pada tubuh manusa akan merusak susunan sistem syaraf pusat manusia akibatnya bisa lumpuh, kehilangan indera perasa dan meninggal dunia. Tidak terbayangkan apa jadinya untuk perkembangan anak-anak yg belum lahir pada seorang ibu yang sedang hamil.
Informasi di atas sangat jelas menekankan bahwa telah terjadi pencemaran air sungai pada DAS di P. Lombok guna pemanfaatnya dalam pengembangan wilayah perairan laut yang berbatasan langsung,  yang berasal dari polutan bahan anorganik kegiatan pertanian.

3.4.    Upaya Pencegahan/Mengurangi Dampak Pencemaran Air
Limbah atau bahan buangan yang dihasilkan dari semua aktifitas kehidupan manusia, baik dari setiap rumah tangga, kegiatan pertanian, industri serta pertambangan tidak bisa kita hindari. Namun kita masih bisa mencegah atau paling tidak mengurangi dampak dari pencemaran tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan aalah :
a.  Menerapkan pola hidup sehat, teratur dan seimbang mulai dari lingkungan terdekat kita, rumah dan sekelilingnya, dengan menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Kegiatan ini bisa dengan melakukan pemilahan terhadap sampah organik dan anorganik, sampah organik bisa dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik bisa didaur ulang. Pemerintah bekerjasama dengan World Bank, pada saat ini tengah mempersiapkan pemberian insentif berupa subsidi bagi masyarakat yang melakukan pengomposan sampah kota. Dalam suatu workshop dalam rangka hari lingkungan hidup 28 mei 2013 lalu, dibahas juga bahwa Pemerintah kota Mataram dan Propinsi NTB mulai melakukan pengembangan dalam upaya pengolahan sampah di TPA menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan. Sosialisasi ini juga dimulai pada saat jalan sehat yang diikuti oleh  pegawai di lingkungan pemerintah daerah dan kota bersama-sama dengan masyarakat di lingkungan Udayana pada awal  bulan ini dengan sosialisasi pemilahan sampah organik dan anorganik. Kegiatan pemilahan ini sangat berpengaruh dalam mengatur aliran air sehingga dapat mencegah penyumbatan selokan, aliran air dan sungai, sehingga dapat mengurangi meluapnya air sungai akibat sedimentasi yang berlebih.
b.  Untuk mencegah dan  mengurangi segala akibat yang ditimbulkan oleh limbah berbahaya, setiap rumah tangga sebaiknya menggunakan deterjen secukupnya. Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air (Anonim, 2011)
c.   Melakukan pengawasan yang ketat terhadap setiap kegiatan industri, baik skala besar maupun industri rumah tanggga, dengan melakukan kontrol terhadap pembuangan limbah dan melakukan pengaturan sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk industri besar sebaiknya memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), untuk mengolah limbah yang dihasilkannya sebelum dibuang ke lingkungan sekitar. Dengan demikian diharapkan dapat meminimalisasi limbah yang dihasilkan atau mengubahnya menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan.
d.  Pemerintah sebaiknya tidak memberikan izin kegiatan penambangan dengan mudah tanpa melakukan identifikasi, observasi dan penelitian yang seksama terhadap suatu kawasan pertambangan, tanpa memperhatikan kemampuan lingkungan dan daya dukung yang dimiliki oleh kawasan pertambangan tersebut. Pengawasan yang ketat mutlak dilakukan, karena jka salah dalam pengelolaan suatu kawasan pertambangan akan membawa dampak yang sangat serius bagi keseimbangan ekosistem tanah, sungai bahkan wilayah perairan laut. Bagi kegiatan penambangan yang sudah mendapatkan izin penambangan sebaiknya mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kegiatan pertambangan atau menggantinya dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan. Atau diharuskan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah pertambangan, sehingga limbah bisa diolah terlebih dahulu menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan, sebelum dibuang keluar daerah pertambangan.
e.  Kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah seperti makanan dalam kemasan kaleng, minuman dalam botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan kemudian terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan kita untuk bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam satu hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air alam. Menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana. Sebagai contoh, kritis terhadap barang yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi sumber bencana yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun atau degradable (dapat didegradasi alam)? Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni manusia, hewan, dan tumbuhan aman bagi makhluk hidup dan lingkungan? Teknologi dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih, instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar. Dari segi kebijakan atau peraturanpun mengenai pencemaran air ini telah ada. Bila kita ingin benar-benar hal tersebut dapat dilaksanakan, maka penegakan hukumnya harus dilaksanakan pula. Pada akhirnya, banyak pilihan baik secara pribadi ataupun social (kolektif) yang harus ditetapkan, secara sadar maupun tidak, yang akan mempengaruhi tingkat pencemaran dimanapun kita berada. Walaupun demikian, langkah pencegahan lebih efektif dan bijaksana (Anonim, 2011)

IV.    PENUTUP

4.1.   Kesimpulan
Eksploitasi sumberdaya lingkungan seperti hutan, tanah dan sungai yang melebihi batas kemampuannya tanpa mengindahkan pengelolaan yang berkelanjutan dan kelestariannya akan membawa dampak buruk secara langsung maupun tidak terhadap kondisi daerah aliran sungai. Sungai dengan segala kandungan yang dimilikinya merupakan penentu keberlangsungan berbagai aspek kehidupan di sekitarnya. Kondisi sungai yang terjamin kuantitas dan kualitasnya akan sangat berpengaruh positif dalam pengembangan sumberdaya, kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, bahkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga segala aspek kehidupan manusia, hewan dan lingkungannya berjalan serasi dan seimbang.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga pemerintah dan perorangan dan juga dari hasil observasi lapangan serta informasi yang diperoleh menekankan bahwa DAS di P. Lombok mulai mengalami pencemaran terutama di bagian hilir sungai yang dibuktikan dengan berbagai perubahan yang terjadi seperti sedimentasi, berkurangnya jenis ikan-ikanan, udang maupun jenis crustaceae, serta mulai berkembangnya berbagai penyakit akibat pencemaran sungai di bagian hilir. Untuk itu perlu mendapat perhatian dengan melakukan berbagai upaya penanganan dan antisipasi pencegahan.

4.2.  Saran
Perhatian dan penanganan terhadap kondisi DAS saat ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, karena setiap elemen baik pemerintah, swasta, kelompok lembaga tertentu maupun masyarakat harus mampu berperan dalam upaya pengelolaan daerah aliran sungai untuk kelestarian dan keberlanjutannya.
Dalam pengelolaan DAS diperlukan arah pengelolaan yang jelas di masing-masing DAS dalam rangka memadukan program kerja yang akan dilaksanakan pada DAS masing-masing, yang disusun dalam bentuk dokumen yang berisi segala sesuatu yang terkait dengan kondisi DAS yang akan disusun, program-program yang akan dilaksanakan, siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan, bentuk keterlibatannya, serta bagaimana aturan-aturan yang berkait dalam pengelolaannya sehingga pengelolaan DAS dapat dilaksanakan secara terpadu, terencana, dan berkesinambungan untuk  mendapatkan hasil yang optimal bagi kepentingan masyarakat
Diharapkan penelitian dan pengkajian yang lebih lanjut terhadap kondisi DAS di Pulau Lombok  saat ini guna mengetahui arah dan pengelolaan yang tepat untuk kepentingan semua pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar