Oleh
:
Renny Retnowathi
ABSTRAK
DAS memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
karena segala aktifitas manusia bergantung pada keberadaannya baik untuk
kebutuhan irigasi, pertanian, industri, konsumsi rumah tangga, wisata,
transportasi sungai, dan kebutuhan lainnya. Namun, air yang dihasilkan dari DAS
juga bisa merupakan ancaman bencana seperti banjir dan sedimentasi serta
berbagai penyakit yang dapat ditimbulkannya. Potensi air yang dihasilkan dari
suatu DAS perlu dikendalikan melalui serangkaian pengelolaan baik terhadap
kuantitas maupun kualitas yang dihasilkannya sehingga ancaman bencana banjir
pada musim penghujan dapat ditekan sekecil mungkin dan jaminan pasokan air pada
musim (kemarau) tercukupi secara berkelanjutan, serta kualitas air yang
dihasilkan bebas dari berbagai macam polutan sehingga mampu menjamin keberlangsungan
hidup masyarakat disekitarnya. Makalah ini menyajikan deskriftif penulis
tentang pencemaran DAS di Pulau Lombok berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh, dengan uraian sederhana mengenai pencemaran DAS di P. Lombok
berdasarkan penggunaannya.
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai atau DAS adalah
hamparan pada permukaan bumi yang dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai ke arah lembah di hilir.
DAS oleh karenanya merupakan satu kesatuan sumberdaya darat tempat manusia
beraktivitas untuk mendapatkan manfaat darinya. Agar manfaat DAS dapat
diperoleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS harus
direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (Tejowulan dan Suwardji,
2002).
Dalam kurun beberapa tahun terakhir kerusakan lingkungan seperti
banjir, longsor, erosi, sedimentasi bahkan kekeringan sering menjadi
pemberitaan di setiap daerah di negeri kita. Hal yang terfikirkan akibat dampak
tersebut tentu saja kembali kepada manusia, apa yang salah?, bagaimana
seharusnya?. Pertanyaan tersebut secara spontan mengarah pada hutan dan kondisi
DAS.
Dampak
pengrusakan hutan oleh eksploitasi yang berlebihan ternyata sangat berpengaruh
terhadap kondisi DAS di negara kita, tidak terkecuali DAS di Pulau Lombok. Peran
strategis DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan sumberdaya semakin nyata
pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan
penjamin kualitas air yang dicerminkan dengan terjadinya banjir, kekeringan dan
sedimentasi yang tinggi. Dalam prosesnya, maka kejadian-kejadian tersebut
merupakan fenomena yang timbul sebagai akibat dari terganggunya fungsi DAS
sebagai satu kesatuan sistem hidrologi yang melibatkan kompleksitas proses yang
berlaku pada DAS. Salah satu indikator dominan yang menyebabkan terganggunya
fungsi hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis.
Dengan semakin berkembangnya populasi manusia dengan berbagai
aktifitas dan pola hidup dalam pemenuhan kebutuhan dapat berakibat pada eksploitasi
yang berlebihan terhadap lahan dan sumberdaya yang ada. Permukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber
daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan meluasnya lahan
kritis hampir disemua propinsi di negara kita tidak terkecuali di Propinsi Nusa
Tenggara Barat khususnya di Pulau Lombok, yang berdampak pada penurunan kondisi
hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS). Penurunan kondisi hidrologi sungai
bukan hanya mengenai terbatasnya supply air untuk pemenuham berbagai kebutuhan
namun juga pada kualitas air yang akan digunakan yang berdampak pada kesehatan
manusia, hewan dan tumbuhan yang memanfaatkan keberadaan air sungai baik secara
langsung maupun tidak.
Hal
ini ditunjukkan oleh data dari Dinas Kehutanan Propinsi NTB Tahun 2013 yang
menyatakan bahwa terdapat lahan
kritis seluas 444.409,2 ha. Atau sekitar 22,04% dari luas
total wilayah Propinsi NTB. Selain itu, sekitar 480 ribu hektare hutan lindung,
419 ribu hektare hutan produksi, 170 ribu hektare non produksi termasuk 41 ribu
hektare di dalam kawasan Balai taman Nasional Gunung Rinjani dan 128 ribu
hektare kawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) juga mengalami
degradasi 50 ribu hektare setiap tahun.
Sementara Data versi Balai Wilayah
Sungai (BWS) NTB, wilayah NTB telah kehilangan sedikitnya 300 unit sumber air
akibat kerusakan Daerah AliranSungai (DAS) yang dipicu oleh berbagai persoalan
seperti praktek pembabatan hutan secara liar (illegal logging) dan eksploitasi
bahan tambang secara berlebihan. Mata
air (sumber air) di wilayah NTB yang dulunya mencapai 500 titik kini tinggal
120-an titik saja karena terjadi defisit air permukaan akibat kerusakan DAS.
Bahkan, sejumlah lembaga penelitian melaporkan, akibat kerusakan kawasan hutan
itu, volume air di Pulau Lombok berkurang sekitar satu miliar kubik setiap
tahun. Hal itu diketahui dari penurunan volume air pada pengelolaan dua
DAS di Pulau Lombok masing-masing DAS Dodokan yang dalam dua tahun terakhir ini
kehilangan volume air sebesar dua miliar meter kibik dan DAS Menanga yang telah
kehilangan 300 ribu meter kubik. Gejala
lain ditunjukkan dengan peningkatan suhu maksimum sebesar 0,70 C dan suhu rata-rata minimum terjadi peningkatan sebesar 1,20 C dan
dinyatakan bahwa Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan propinsi dengan
kenaikan suhu yang sangat tinggi di Indonesia.
Informasi
dan data yang ditunjukkan diatas merupakan sinyalemen adanya perubahan kondisi
DAS di Propinsi NTB tidak terkecuali DAS di Pulau Lombok. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis ingin mengetahui
bagaimana pencemaran DAS di Pulau Lombok, apakah sudah terjadi? dan bagaimana
bentuk perubahannya ?. Namun karena berbagai keterbatasan maka penulisan ini
hanya menyajikan analisa deskriptif dari beberapa data hasil penelitian yang
dilaksanakan pada DAS di Pulau Lombok
dan dengan pengamatan sederhana mengambil tolak ukur dari pencemaran secara
fisik (warna, bau, sedimentasi) dan dampak pencemaran yang ditimbulkan.
1.2.
Maksud
Penyusunan makalah ini dimaksudkan salah satu
bahan pertimbangan dan masukan dalam penyusunan kebijakan/program di
wilayah DAS di Pulau Lombok dan sebagai salah satu bahan pertimbangan kondisi DAS di Pulau
Lombok dalam penyusunan Perda
Pengelolaan DAS di Provinsi NTB yang sedang disusun.
II.
METODE
Metode pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penulisan ini
yakni dengan teknik observasi, dan pengumpulan
data sekunder (data kegiatan, hasil penelitian dan hasil pemantauan sederhana) dan
studi pustaka (literatur artikel-artikel yang berhubungan dengan
kondisi DAS di Pulau Lombok).
III.
PEMBAHASAN
3.1. Indikator Pencemaran Air
Polusi Air
adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur atau komponen lainnya kedalam air
sehingga kualitas air terganggu. Kualitas air terganggu ditandai dengan
perubahan bau, rasa dan warna. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah
tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat
digolongkan menjadi 3 yakni :
1.
Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran
air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan
adanya perubahan warna, bau dan rasa.
2.
Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran
air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.
3.
Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan
pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada
tidaknya bakteri pathogen.
Tingkat pencemaran yang terberat
adalah akibat limbah industri besar maupun industri rumah tangga yang dibuang ke sungai. Pencemaran di sungai
telah menyebabkan ekosistem dan habitat air menjadi rusak bahkan mati. Untuk
sungai, pembuangan limbah industri/pabrik telah merusak habitat sungai
sepanjang puluhan kilometer. Limbah industri ini mengandung logam berat, toksin
organik, minyak dan zat lainnya yang memiliki efek termal dan juga dapat
mengurangi kandungan oksigen dalam air. Limbah berbahaya ini selain menyebabkan
kerusakan bahkan matinya habitat sungai, juga mengakibatkan timbulnya masalah
kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai yang menggunakan air
sungai tersebut untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci dan Kakus).
Tidak hanya sepanjang aliran
sungai, resapan bahan kimia juga mencemari air bawah tanah sepanjang belasan
bahkan puluhan meter dari sungai tersebut. Pengeboran air bawah tanah yang
dilakukan penduduk di dekat aliran sungai sering kali mendapatkan air bawah
tanah yang keruh kehitaman, berbau bahkan berlendir. Dan bila dipaksakan untuk
keperluan MCK akan mengakibatkan penyakit dan gatal gatal pada kulit (Anonim,
2011).
Ditambahkan lagi bahwa selain
limbah industri, limbah rumah tangga juga memiliki peranan yang besar dalam
pencemaran air. Limbah rumah tangga ini terbagi menjadi 2 golongan, yakni
limbah organik dan anorganik. Limbah organik adalah limbah yang dapat diuraikan
oleh bakteri seperti sisa sayuran, buah dan daun daunan. Sementara limbah
anorganik tidak dapat diurai oleh bakteri seperti bekas kaca, karet, plastik,
logam, kain, kayu, kulit, dan lain – lain.
3.2. Beberapa Hasil
Penelitian
Dalam suatu penelitian BLHP Propinsi
NTB (2012) mengungkapkan bahwa tingkat pencemaran yang terjadi di beberapa
sungai di pulau Lombok memprihatinkan, BLHP telah melakukan penelitian di beberapa
aliran sungai di P. Lombok yakni di
sungai Jangkuk, Meninting, Ancar, Babak dan Dodokan. Dari beberapa kali
pengambilan sampel diketahui bahwa pencemaran di sungai tersebut didominasi
oleh bahan-bahan kimia, biologi dan kandungan E Coli baik dari jenis hewan
maupun manusia. Pencemaran tersebut disebabkan oleh kebiasaan masyarakat untuk
membuang sampah dan melakukan aktifitas buang air besar di sungai, pencemarannya sudah melampaui ambang baku
mutu sehingga air sungai sudah tidak bisa dimanfaatkan untuk air bersih, namun
hanya bisa digunakan untuk kegiatan pertanian, perkebunan dan kehutanan
(pembuatan kebun bibit).
Permasalahan yang muncul berkaitan
dengan sumberdaya air adalah penurunan kualitas air pada beberapa sungai dan
sumur, secara fisik (parameter pH, jumlah zat padat terlarut (TDS) dan daya
hantar listrik (DHL)) sungai-sungai dan sumur yang ada di Provinsi NTB memang
masih dalam kondisi normal. Namun, secara kimia dan biologi, beberapa sungai dan
sumur terindikasi pencemaran berdasarkan kriteria baku mutu kualitas air
sebagaimana diatur dalam PP No. 82/2001.
Parameter
kimia yang terindikasi sebagai bahan pencemar adalah amonium (NH4), pospat
(PO4), detergen (MBAS), logam larut Mangan (Mn), Nitrit ((NO2), Flourida (F)
dan Besi (Fe). Sejumlah sungai NTB yang terindikasi pencemaran adalah sungai
Pagesangan di Kota Mataram. Pencemaran kimia di sungai ini telah melampuai baku
mutu air kelas II untuk kadar poapat, detergen, nitrit. BOD yang terukur
disungai ini cukup tinggi berturut-turut 0,24-0,26 mg per liter, 0.04-0,82 mg
per liter, 0,1 mg per liter dan 3,1-5,6 per liter. Selain itu, Sungai Meninting
(Lombok Barat) yang terindikasi pencemaran detergen dengan kadar 0,08 -0,12 mg
per lieter, kadar BOD sebesar 5,9 mg per liter dan sungai ini juga tercemar
bakteri e-col. Sementara Kali Manhal di Lombok Tengah telah melampaui baku mutu
kualitas air kelas II untuk papameter pospat, detergen dan BOD dengan nilai
berturut-turut 0,32 mg per liter, 0.05-0,011 mg per liter dan 3,8-7,9 mg per
liter. Terjadinya pencemaran sungai tersebut, antara lain karena sebagian
masyarakat masih membuang sampah dan buang air besar di sungai. Hampir semua
sungai di NTB tercemar bakteri E-coli karena di sungai bagian tengah dan hilir,
masyarakat buang air besar dan membuang limbah rumah tangga di sungai, sehingga
air sungai tidak bisa dikonsumsi. Sebagian kondisi sungai di NTB tidak layak
dipergunakan manusia untuk keperluan sehari-hari, karena tingkat pencemarannya
cukup tinggi, melebihi ambang baku mutu,. Air sungai yang tercemar bakteri
E-coli tersebut tidak layak untuk dikonsumsi, karena bisa mengakibatkan
berbagai penyakit terutama diare dan kolera. Air sungai hanya bisa digunakan
untuk keperluan irigasi. Secara kimia dan biologi, beberapa sungai terindikasi pencemaran
berdasarkan kriteria baku mutu kualitas air sebagaimana diatur dalam PP No.
82/2001. Dalam upaya mencegah semakin meningkatnya pencemaran sungai Pemerintah
Kota Mataram menginisiasi program restorasi sungai dengan melakukan pembersihan
sungai dan saluran air secara berkala.
Senada dengan hal tersebut Kepala Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kota Mataram H Mutawalli mengatakan bahwa selama ini bantaran sungai
yang ada di daerah ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan,
seperti membangun rumah, bahkan menjadikan sungai sebagai bak sampah.Kondisi
tersebut mengakibatkan terjadinya degradasi atau penurunan kemampuan sungai
untuk mendukung berbagai fungsi. Karena itu dilaksanakan program restorasi
sungai, yakni mengembalikan fungsi alami yang telah terdegradasi oleh
intervensi manusia. Restorasi sungai adalah perubahan paradigma dalam ilmu
rekayasa sungai (river engineering) yaitu perubahan dari pola penyelesaian
berdasarkan aspek teknik sipil hidro secara parsial menjadi penyelesaian
terintegrasi aspek hidraulik, fisik, ekologi, dan sosial.
Hasil penelitian yang dilakukan Fidaus
(2011) mengungkapkan bahwa hasil analisis kualitas air sungai pada DAS Dodokan
yang airnya masuk ke waduk Batujai, menunjukkan pencemaran oleh limbah
domestik, pertanian, dan peternakan yang tersebar keberadaannya. DO, BOD, dan
fosfat melebihi BMA PP RI No. 82/2001 untuk kelas I. Tingginya konsentrasi
parameter-parameter tersebut merupakan indikator bahwa air Sungai yang masuk ke
waduk telah mengalami pencemaran organik dan nutrientt (N dan P).
Menurut Davis et.al, yang dikutip oleh Effendi (2003),
parameter-parameter di atas merupakan limbah-limbah yang berasal dari
sumber-sumber pencemaran seperti limpasan dari daerah pertanian yang mengandung
pupuk, dan limpasan dari daerah pemukiman (Firdaus, 2011).
Berbeda dengan ketiga hasil penelitian diatas,
penelitian yang dilakukan oleh ICRAF
(2010) yang dilakukan pada DAS Jangkok
mengungkapkan bahwa dari hasil pengambilan sampel air sungai di beberapa
beberapa titik mulai dari wilayah hulu, tengah maupun hilir, yang dilakukan
pada waktu yang berbeda disimpulkan bahwa DAS Jangkok masih dinyatakan layak
dan belum tercemar dari bahan-bahan polutan, karena dari beberapa jenis polutan
yang ditemukan dinyatakan masih berada di bawah ambang batas pencemaran.
3.3.
Identifikasi
Pencemaran DAS di Pulau Lombok
Dari berbagai data yang diperoleh dan
mengacu pada beberapa hasil penelitian yang dilakukan pada DAS di Pulau Lombok
maka secara sederhana penulis membagi pencemaran DAS di Pulau Lombok
berdasarkan penggunaannya. Hal ini didasarkan pada pemanfaatan air sungai yang
masih banyak digunakan oleh masyarakat pulau Lombok yang sebagian besar
penduduk bermata pencaharian sebagai
petani, namun tidak sedikit yang mejadi peternak, nelayan, buruh, bahkan
pegawai. Identifikasi tersebut yakni :
A.
Keperluan Rumah
Tangga
Pada umumnya di wilayah Pulau Lombok
penurunan kualitas air banyak terjadi pada wilayah tengah maupun hilir sungai, karena seperti kita ketahui
bahwa sebagian besar penduduk P. Lombok tinggal dan beraktifitas di wilayah
tengah dan hilir DAS. Penurunan kualitas air sungai banyak disebabkan oleh
pembuangan limbah industri baik industri rumah tangga maupun industri besar,
pembuangan kotoran hewan maupun akibat pola hidup manusia yang membuang sampah
organik, sampah plastik, penggunaan deterjen dan melakukan aktifitas buang air
di sungai, bahkan tidak jarang petani yang berada dekat dengan sungai membuang
hasil pengolahan pertanian di sungai, sehingga menyebabkan bertumpuknya
berbagai macam polutan dalam sungai yang berbahaya bagi kesehatan seperti
diare, kolera, penyakit kulit, malaria, disentri bahkan gangguan pernafasan
oleh polusi udara yang ditimbulkan. Yang tidak kalah berbahayanya adalah
kandungan pestisida dan bahan anorganik lainnya yang banyak digunakan pada
kegiatan pertanian akan berdampak sangat tidak baik jika air sungai tersebut
digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, karena bukan tidak mungkin bahan
berbahaya tersebut akan tersimpan dan mengendap di dalam tubuh dan lambat laun
mengakibatkan penyakit yang berbahaya seperti kanker maupun tidak berfungsinya
organ-organ tubuh.
Dari uraian tersebut maka dapat
diidentifikasikan bahwa berdasarkan penggunaannya untuk keperluan rumah tangga
seperti untuk air minum, mencuci, memasak, dan segala keperluan rumah tangga
lainnya maka air sungai yang berada di wilayah Pulau Lombok tidak layak untuk
digunakan dan dinyatakan sebagai air yang tercemar.
B.
Untuk Kegiatan Peternakan
Dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga,
masyarakat P. Lombok mengembangkan kegiatan peternakan seperti sapi, kerbau,
kuda, kambing, ayam dan itik. Dalam pengamatan sehari-hari, peternak masih menggunakan air sungai untuk
kebutuhan ternak seperti untuk memandikan ternak bahkan dimanfaatkan untuk air
minum terutama pada ternak besar, dan hal ini masih berlangsung sampai saat
ini, dan kenyataannya hewan ternak mampu survive dalam kondisi tersebut dan
tetap hidup dan berkembang biak dengan baik, dan dimungkinkan bahwa hewan
ternak tersebut memiliki sistem imun (kekebalan) yang lebih tinggi dibanding
manusia, dan polutan yang ada masih berada di bawah ambang batas untuk kegiatan
peternakan. Oleh karena itu untuk pemenuhan kebutuhan peternakan air sungai di
P. Lombok dinyakan masih memadai dan belum dinyatakan sebagai sungai yang
tercemar.
C.
Kegiatan Pertanian
Negara kita dikenal dengan negara agraris
dimana sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, begitu juga
dengan masyarakat di P. Lombok yang sebagian besar hidup sebagai petani dan
buruh tani. Dalam mendukung kegiatan pertanian masyarakat sangat membutuhkan
ketersediaan air sungai untuk kegiatan irigasi.
Penggunaan pestisida dan pupuk anorganik
lain pada kegiatan pertanian digunakan sebagai support terhadap tanaman
agar mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik, namun dari beberapa penelitian
dinyatakan bahwa hanya 20% dari pemberian pestisida yang mampu diserap oleh
tanaman yang selebihnya akan dilepaskan melalui tanah dan udara. Pada saat
hujan pestisida yang berada di permukaan tanaman dan permukaan tanah akan
dibawa oleh air melalui aliran permukaan (run off) sebagai akibat kurangnya
penutupan tanah (vegetasi penutup tanah, seresah dan mulsa). Run off yang terjadi
akan menyebabkan sedimentasi dan pencemaran air yang berdampak pada
pendangkalan sungai sehingga terjadi peluapan air sungai dan banjir, disamping
akan menyebabkan punahnya beberapa mahluk hidup kecil (oleh keracunan
pestisida) sebagai sumber makanan bagi ikan, sehingga populasi beberapa jenis
ikan, udang dan hewan air lain akan menurun. Disamping itu bahan larutan yang
berasal dari deterjen akan sangat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman.
Melihat produksi pertanian di wilayah P.
Lombok yang terus menunjukkan respon yang cukup baik dengan hasil produktifitas
yang meningkat, hal ini merupakan petunjuk bahwa DAS di P. Lombok dalam
penggunaannya untuk kegiatan pertanian masih cukup memadai dan belum
dikategorikan sebagai DAS yang tercemar, berbeda halnya jika terjadi kegagalan
panen atau penurunan produksi pertanian secara signifikan dan berkelanjutan.
Namun hal ini perlu penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam dengan metode
yang jelas dan pengkajian laboratorium.
D.
Kegiatan Perikanan
Kegiatan perikanan dalam kaitannya dengan
pencemaran sungai pada DAS di P. Lombok
dibedakan dalam dua kategori yakni perikanan alami yang memang hidup dan
berkembangbiak secara alami di sungai dan pengembangan perikanan oleh masyarakat
melalui pemeliharaan ikan.
Dari hasil pengamatan sederhana dan
informasi yang diperoleh dari beberapa orang (belum ditemukan informasi secara
pasti) disimpulkan bahwa populasi jenis
maupun volume ikan dan sejenisnya, menunjukkan penurunan baik dari ikan, udang,
kepiting, atau hewan air lainnya. Namun hal ini tidak dapat disimpulkan secara
langsung bahwa penurunan volume dan jenis menunjukkan pencemaran terhadap
sungai tapi bisa juga disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan dengan tidak
mengindahkan azaz kelestarian lingkungan. Pertimbangan lain dilihat dari
pengembangbiakan ikan dengan keramba, bahwa berdasarkan hasil observasi
dilapangan, kegiatan pengembangan perikanan banyak dilakukan pada wilayah hulu
dengan ketersediaan air yang cukup dan kualitas air yang lebih baik. Ini juga
dapat dijadikan indikasi bahwa pencemaran DAS di wilayah tengah maupun hilir
dikhawatirkan akan menyebabkan kegagalan pada usaha perikanan mereka.
E.
Kegiatan Pengembangan Budidaya disekitar pantai
Dalam kegiatan pengembangan budidaya
mutiara yang dilakukan di kawasan pantai yang berbatasan dengan muara sungai di
P. Lombok, diperoleh informasi bahwa telah terjadi penurunan hasil produksi
mutiara di wilayah tersebut bahkan banyak yang harus merugi karena kematian
kerang mutiara yang mereka budidayakan. Kondisi ini sering terjadi terutama
pada saat musim hujan dimana air sungai mengalami penguapan dan membawa
bahan-bahan berbahaya dan sedimentasi yang over. Plangkton dan jasad renik yang
tumbuh dan berkembang di wilayah perairan pantai banyak tercemar terutama oleh
penggunaan pestisida dan bahan anorganik pada kegiatan pertanian. Bahan-bahan
berbahaya tersebut pada musim hujan akan
dibawa melewati aliran permukaan menuju ke sungai dan kemudian ke laut. Plangkton
dan jasad renik yang merupakan konsumsi dari kerang mutiara akan membawa efek berbahaya oleh kandungan
bahan pencemar yang dibawanya, sehingga menyebabkan kegagalan pada kegiatan
pengembangan budidaya kerang mutiara, dan jenis ikan-ikanan pada wilayah
perairan tersebut. Hal ini juga diungkapkan oleh Kusmini 2012 limbah air raksa yang masuk kedalam mata rantai makanan di ekosistim mulai
dari air tanah, sungai dan laut yang akhirnya berkumpul pada ikan sebagai ujung
dari mata rantai itu. Air raksa akan masuk ke dalam tubuh organisme laut baik
secara langsung dari air maupun mengikuti mata rantai makanan. Kemudian
mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan, crustacea dan
ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari masyarakat di pesisir pantai. Jika
seseorang mengomsumsi ikan atau meminum air dari sekitar DAS sungai yang
terkontaminasi air raksa, maka kadar air raksa dalam tubuh manusia yang memakan
ikan atau minum air terkontaminasi tsb makin bertambah, pada jumlah tertentu
kontaminasi air raksa pada tubuh manusa akan merusak susunan sistem syaraf
pusat manusia akibatnya bisa lumpuh, kehilangan indera perasa dan meninggal
dunia. Tidak terbayangkan apa jadinya untuk perkembangan anak-anak yg belum
lahir pada seorang ibu yang sedang hamil.
Informasi di atas sangat jelas menekankan
bahwa telah terjadi pencemaran air sungai pada DAS di P. Lombok guna
pemanfaatnya dalam pengembangan wilayah perairan laut yang berbatasan langsung, yang berasal dari polutan bahan anorganik
kegiatan pertanian.
3.4.
Upaya Pencegahan/Mengurangi
Dampak Pencemaran Air
Limbah atau bahan buangan yang dihasilkan dari semua aktifitas kehidupan
manusia, baik dari setiap rumah tangga, kegiatan pertanian, industri serta
pertambangan tidak bisa kita hindari. Namun kita masih bisa mencegah atau
paling tidak mengurangi dampak dari pencemaran tersebut, beberapa upaya yang
dapat dilakukan aalah :
a. Menerapkan pola hidup sehat, teratur dan seimbang mulai dari lingkungan
terdekat kita, rumah dan sekelilingnya, dengan menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan. Kegiatan ini bisa dengan melakukan pemilahan terhadap sampah
organik dan anorganik, sampah organik bisa dijadikan kompos, sedangkan sampah
anorganik bisa didaur ulang. Pemerintah bekerjasama dengan World Bank, pada
saat ini tengah mempersiapkan pemberian insentif berupa subsidi bagi masyarakat
yang melakukan pengomposan sampah kota. Dalam suatu workshop dalam rangka hari
lingkungan hidup 28 mei 2013 lalu, dibahas juga bahwa Pemerintah kota Mataram
dan Propinsi NTB mulai melakukan pengembangan dalam upaya pengolahan sampah di
TPA menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan. Sosialisasi ini juga dimulai
pada saat jalan sehat yang diikuti oleh
pegawai di lingkungan pemerintah daerah dan kota bersama-sama dengan
masyarakat di lingkungan Udayana pada awal
bulan ini dengan sosialisasi pemilahan sampah organik dan anorganik. Kegiatan
pemilahan ini sangat berpengaruh dalam mengatur aliran air sehingga dapat
mencegah penyumbatan selokan, aliran air dan sungai, sehingga dapat mengurangi
meluapnya air sungai akibat sedimentasi yang berlebih.
b. Untuk mencegah dan mengurangi segala
akibat yang ditimbulkan oleh limbah berbahaya, setiap rumah tangga sebaiknya
menggunakan deterjen secukupnya. Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena
senyawa fosfat merupakan makanan bagi tanaman air seperti enceng gondok yang
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air (Anonim, 2011)
c. Melakukan pengawasan yang ketat
terhadap setiap kegiatan industri, baik skala besar maupun industri rumah
tanggga, dengan melakukan kontrol terhadap pembuangan limbah dan melakukan
pengaturan sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk industri besar sebaiknya
memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), untuk mengolah limbah yang
dihasilkannya sebelum dibuang ke lingkungan sekitar. Dengan demikian diharapkan
dapat meminimalisasi limbah yang dihasilkan atau mengubahnya menjadi limbah
yang lebih ramah lingkungan.
d. Pemerintah sebaiknya tidak
memberikan izin kegiatan penambangan dengan mudah tanpa melakukan identifikasi,
observasi dan penelitian yang seksama terhadap suatu kawasan pertambangan,
tanpa memperhatikan kemampuan lingkungan dan daya dukung yang dimiliki oleh
kawasan pertambangan tersebut. Pengawasan yang ketat mutlak dilakukan, karena
jka salah dalam pengelolaan suatu kawasan pertambangan akan membawa dampak yang
sangat serius bagi keseimbangan ekosistem tanah, sungai bahkan wilayah perairan
laut. Bagi kegiatan penambangan yang sudah mendapatkan izin penambangan
sebaiknya mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kegiatan
pertambangan atau menggantinya dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan.
Atau diharuskan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah pertambangan,
sehingga limbah bisa diolah terlebih dahulu menjadi limbah yang lebih ramah
lingkungan, sebelum dibuang keluar daerah pertambangan.
e. Kita harus bertanggung jawab
terhadap berbagai sampah seperti makanan dalam kemasan kaleng, minuman dalam
botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan kemudian
terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan kita untuk
bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam satu hidrokarbon ke
dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air alam. Menjadi konsumen
yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana. Sebagai contoh,
kritis terhadap barang yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi sumber
bencana yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun atau degradable (dapat
didegradasi alam)? Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni
manusia, hewan, dan tumbuhan aman bagi makhluk hidup dan lingkungan? Teknologi
dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air
bersih, instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik,
mampu menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar. Dari segi
kebijakan atau peraturanpun mengenai pencemaran air ini telah ada. Bila kita
ingin benar-benar hal tersebut dapat dilaksanakan, maka penegakan hukumnya
harus dilaksanakan pula. Pada akhirnya, banyak pilihan baik secara pribadi
ataupun social (kolektif) yang harus ditetapkan, secara sadar maupun tidak,
yang akan mempengaruhi tingkat pencemaran dimanapun kita berada. Walaupun
demikian, langkah pencegahan lebih efektif dan bijaksana (Anonim, 2011)
IV. PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Eksploitasi
sumberdaya lingkungan seperti hutan, tanah dan sungai yang melebihi batas
kemampuannya tanpa mengindahkan pengelolaan yang berkelanjutan dan
kelestariannya akan membawa dampak buruk secara langsung maupun tidak terhadap
kondisi daerah aliran sungai. Sungai dengan segala kandungan yang dimilikinya
merupakan penentu keberlangsungan berbagai aspek kehidupan di sekitarnya.
Kondisi sungai yang terjamin kuantitas dan kualitasnya akan sangat berpengaruh
positif dalam pengembangan sumberdaya, kehutanan, pertanian, perkebunan,
perikanan, bahkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga segala aspek kehidupan
manusia, hewan dan lingkungannya berjalan serasi dan seimbang.
Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga pemerintah dan perorangan
dan juga dari hasil observasi lapangan serta informasi yang diperoleh
menekankan bahwa DAS di P. Lombok mulai mengalami pencemaran terutama di bagian
hilir sungai yang dibuktikan dengan berbagai perubahan yang terjadi seperti
sedimentasi, berkurangnya jenis ikan-ikanan, udang maupun jenis crustaceae, serta
mulai berkembangnya berbagai penyakit akibat pencemaran sungai di bagian hilir.
Untuk itu perlu mendapat perhatian dengan melakukan berbagai upaya penanganan
dan antisipasi pencegahan.
4.2. Saran
Perhatian
dan penanganan terhadap kondisi DAS saat ini bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah semata, karena setiap elemen baik pemerintah, swasta, kelompok
lembaga tertentu maupun masyarakat harus mampu berperan dalam upaya pengelolaan
daerah aliran sungai untuk kelestarian dan keberlanjutannya.
Dalam
pengelolaan DAS diperlukan arah pengelolaan yang jelas di masing-masing DAS
dalam rangka memadukan program kerja yang akan dilaksanakan pada DAS
masing-masing, yang disusun dalam bentuk dokumen yang berisi segala sesuatu
yang terkait dengan kondisi DAS yang akan disusun, program-program yang akan
dilaksanakan, siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan, bentuk
keterlibatannya, serta bagaimana aturan-aturan yang berkait dalam
pengelolaannya sehingga pengelolaan DAS dapat dilaksanakan secara terpadu,
terencana, dan berkesinambungan untuk
mendapatkan hasil yang optimal bagi kepentingan masyarakat
Diharapkan
penelitian dan pengkajian yang lebih lanjut terhadap kondisi DAS di Pulau
Lombok saat ini guna mengetahui arah dan
pengelolaan yang tepat untuk kepentingan semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar