ANALISIS REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
MENURUT IKLIM DI PROVINSI NTB
(SEBUAH KAJIAN)
|
BAB I
PENDAHULUAN
|
1.1.
Latar Belakang
Indonesia sebagai
negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa termasuk wilayah yang
sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan
muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa
banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang
dihadapi Indonesia. Perubahan iklim akan menyebabkan: (a) seluruh wilayah
Indonesia mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah
dibanding wilayah subtropis; (b) wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan
curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan.
Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim
hujan. Di wilayah Indonesia bagian selatan, musim hujan yang makin pendek akan
menyulitkan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) apabila tidak tersedia
varietas yang berumur lebih pendek dan tanpa rehabilitasi jaringan irigasi.
Meningkatnya hujan pada musim hujan menyebabkan tingginya frekuensi kejadian
banjir, sedangkan menurunnya hujan pada musim kemarau akan meningkatkan risiko
kekekeringan.
Perubahan
iklim dengan segala penyebabnya secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal,
regional maupun global. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK)
mengakibatkan terjadinya pemanasan global, diikuti dengan naiknya tinggi
permukaan air laut akibat pemuaian dan pencairan es di wilayah kutub. Naiknya
tinggi permukaan air laut akan meningkatkan energi
yang tersimpan dalam atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim,
antara lain El Nino dan La Nina. Fenomena El Nino dan La Nina sangat
berpengaruh terhadap kondisi cuaca/iklim di wilayah Indonesia dengan geografis
kepulauan. Sirkulasi antara benua Asia dan Australia
serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat berpengaruh, sehingga wilayah
Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Hal ini
diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa bencana alam yang intensitas
dan frekuensinya terus meningkat Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudera
Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang luar
biasa di Indonesia (Ripaldi et al, 2003)
Dampak
negatifnya antara lain adalah peningkatan frekuensi dan luas kebakaran hutan,
kegagalan panen, dan penurunan ketersediaan air. Fenomena La Nina merupakan ke
balikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan Samudera Pasifik,
yang menyebabkan angin serta awan hujan ke Australia dan Asia Bagian Selatan,
termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan tinggi disertai dengan angin topan
dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan longsor besar.
Berdasarkan RPJMD Provinsi
Nusa Tenggara Barat 1999-2013, luas lahan kritis di Provinsi NTB adalah seluas 444.409,19 Ha dengan
komposisi lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 181.188,66 Ha (40,77 %
dari luas lahan kritis) dan lahan kritis di luar kawasan hutan seluas
263.220,53 Ha (59,23 % dari luas lahan kritis). Kerusakan
sumber daya hutan dan lahan tersebut telah memberi dampak yang buruk bagi
pembangunan berbagai sektor serta mengancam terjadinya bencana alam berupa
longsor dan banjir serta kekeringan. Fenomena kerusakan sumberdaya alam dan
lingkungan di Nusa Tenggara Barat, dapat dilihat dari beberapa data dan fakta
di lapangan, yang menunjukkan tingkat bahaya erosi DAS di Nusa Tenggara Barat sangat tinggi yaitu
mencapai 71,59% di wilayah DAS Pulau Lombok dan 70,09% di wilayah DAS Pulau
Sumbawa. Selama kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi penurunan sejumlah
mata air. Lebih dari 400 titik mata air di Nusa Tenggara Barat telah hilang dan
telah menyebabkan terjadinya defisit air akibat menurunnya ketersediaan air,
sementara pemanfaatan air cenderung semakin tinggi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh WWF Indonesia Program Nusa Tenggara menemukan fakta bahwa di
Pulau Lombok telah terjadi defisit air sebesar 1,2 M M3 per tahun.
Kondisi ini apabila tidak segera ditangani dengan serius akan berdampak
terhadap 70% lebih masyarakat agraris atau yang bertumpu pada sektor pertanian
dan kebutuhan air bersih penduduk di Pulau Lombok (WWF, 2008). Dampak lanjutan
dari kondisi tersebut adalah penurunan produksi pertanian serta kesejahteraan
masyarakat terutama petani.
Pertimbangan
kondisi iklim yang akan terjadi terutama di wilayah Provinsi NTB sangat
diperlukan dalam upaya penanganan lahan kritis melalui rehabilitasi hutan dan
lahan dengan peningkatan penutupan luas lahan. Kegiatan tersebut merupakan
program yang perlu dikembangkan untuk mencegah peningkatan resiko bencana
lingkungan di Provinsi NTB.
1.2.
Tujuan
Tulisan
ini bertujuan untuk memberikan kajian
terhadap kegiatan rehabilititasi yang akan dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan melalui informasi iklim yang
diberikan oleh Badan Meteorologi dan Klimatologi Stasiun Kediri dan data
kegiatan rehabilitasi Dinas Kehutanan Provinsi NTB.
1.3.
Pengertian
a. Iklim adalah
pengertian kondisi atmosfer yang berlangsung dalam waktu yang lama di suatu
daerah yang luas
b. Hujan adalah
butir-butir air atau kristal es yang keluar dari awan yang sampai ke permukaan
bumi
c. Sifat hujan
adalah perbandingan antara curah hujan yang terjadi selama satu bulan, dengan
nilai rata-rata normal dari bulan tersebut di suatu tempat, sehingga jika sifat
hujan atas normal bukan berarti jumlah curah hujan yang melimpah atau
sebaliknya jika sifat hujan bawah normal bukan berarti tidak ada hujan.
d. Sifat hujan
Atas Normal(AN) jika nilai perbandingan jumlah curah hujan selama 1 bulan
terhadap rata-ratanya >115%
e. Sifat hujan
Normal (N) jika nilai perbandingan jumlah curah hujan selama 1 bulan terhadap
rata-ratanya antara 85 - 115%
f.
Sifat
hujan Bawah Normal (BN) jika nilai perbandingan jumlah curah hujan selama 1
bulan terhadap rata-ratanya < 85
g. Rata-rata
curah hujan bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan
dengan periode minimal 10 tahun
h. Kriteria Intensitas
Curah Hujan
- Hujan sangat
ringan intensitasnya < 5 mm dalam 24 jam
- Hujan ringan
intensitasnya 5-20 mm dalam 24 jam
- Hujan sedang
intensitasnya 20-50 mm dalam 24 jam
- Hujan lebat
intensitasnya 50-100 mm dalam 24 jam
- Hujan sangat
lebat intensitasnya >100 mm dalam 24 jam
g. Tingkat ketersediaan air tanah di suatu
lokasi dihitung berdasarkan neraca air lahan tanaman, yang merupakan
pengurangan curah hujan dan evapotranspirasi, hingga diperoleh ketersediaan air
tanah
- Cukup :
Jika berada pada tingkat kapasitas lapang (KL)
- Sedang : Jika berada pada tingkat antara
kapasitas Lapang (KL) dan Titik Layu Permanen (TLP)
- Kurang : Jika berada pada titik kurang dan Titik
Layu Permanen (TLP) yang menandakan tanaman dalam kondisi kering
BAB II.
KONDISI IKLIM
DI NTB
2.1.
Fenomena
Global yang Mempengaruhi Kondisi Iklim
Faktor
utama penentu iklim secara global adalah posisi bumi terhadap matahari. Faktor
ini jelas mempengaruhi suhu disuatu wilayah. Dengan demikian, pembagian iklim
secara global yang kita kenal sebagai daerah tropis, sub-tropis dan kutub lebih
berdasarkan pada panas dinginnya suatu wilayah. Posisi bumi rehadap matahari
juga mementukan panjang hari sutu wilayah. Tropis yang berada ditengah-tengah
bola dunia, selau berada dalam posisi lurus dan tetap terhadap matahari, itu
sebabnya daerah ini selau bersuhu tinggi dengan panjang siang dan malam yang
berimbang; 12 jam terang, 12 jam gelap. Makin jauh suatu wilayah dari garis
tengah. (eguator) makin besar sudut kemiringannya terhadap garis normal,
sehingga jatuhnya sinar matahari tidak pernah tegak lurus. Posisi bumi yang
miring 23.5 ° mengakibatkan wilayah lintang tinggi pada suatu waktu
akan relatif lebih dekat ke matahari, pada waktu yang lain lebih jauh. Kondisi
ini menciptakan perbedaan musim; panas dan denign, dan juga perbedaan panjang
hari. (Katarina, 2009)
El Nino merupakan sebuah fenomena alam yaitu meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya
dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan
ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak
nutrien dari dasar) menjadi sebaliknya. Sebagai indikator untuk memantau kejadian El Nino, biasanya digunakan data
pengukuran suhu permukaan laut pada bujur 170°BB - 120°BB dan lintang 5°LS - 5°LU, dimana anomali positif
mengindikasikan terjadinya El Nino. Dan fenomena La Nina ditandai dengan
menurunnya suhu permukaan laut pada bujur 170°BB - 120°BB dan pada lintang 5°LS - 5°LU dimana anomali negatif,
sehingga sering juga disebut sebagai fase dingin. Kedua fenomena di perairan
pasifik ini memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan manusia.
Sedangkan La Nina sebaliknya dari
El Nino, terjadi saat permukaan laut di pasifik tengah dan timur suhunya lebih
rendah dari biasanya pada waktu-waktu tertentu. Dan tekanan udara kawasan
pasifik barat menurun yang memungkinkan terbentuknya awan. Sehingga tekanan
udara di pasifik tengah dan timur tinggi, yang menghambat terbentuknya awan.
Sedangkan di bagian pasifik barat tekanan udaranya rendah yaitu di Indonesia
yang memudahkan terbentuknya awan cumulus nimbus, awan ini menimbulkan turun
hujan lebat yang juga disertai petir. Karena sifat dari udara yang bergerak dari tekanan udara tinggi ke tekanan
udara rendah. Menyebabkan udara dari pasifik tengah dan timur bergerak ke
pasifik barat. Hal ini juga yang menyebabkan awan konvektif di atas pasifik ttengah
dan timur bergeser ke pasifik barat (BMKG, 2014)
Proses
terjadinya Fenomena El Nino dan Lanina adalah bulan desember, posisi matahari berada di titik balik selatan bumi,
sehingga daerang lintang selatan mengalami musim panas. Di Peru mengalami musim
panas dan arus laut dingin Humboldt tergantikan oleh arus laut panas. Karena
kuatnya penyinaran oleh sinar matahari perairan di pasifik tengah dan timur,
menyebabakan meningkatnya suhu dan kelembapan udara pada atmosfer. Sehingga
tekanan udara di pasifik tengah dan timur rendah, yang kemudian yang diikuti
awan-awan konvektif (awan yang terbentuk oleh penyinaran matahari yang kuat).
Sedangkan di bagian pasifik barat tekanan udaranya tinggi yaitu di Indonesia
(yang pada dasarnya dipengaruhi oleh angin musoon, angin passat dan angin
lokal. Akan tetapi pengaruh angin munsoon yang lebih kuat dari daratan Asia),
menyebabkan sulit terbentuknya awan. Karena
sifat dari udara yang bergerak dari tekanan udara tinggi ke tekanan udara
rendah. Menyebabkan udara dari pasifik barat bergerak ke pasifik tengah dan
timur. Hal ini juga yang menyebabkan awan konvektif di atas Indonesia bergeser
ke pasifik tengah dan timur (BMKG, 2014)
2.2.
Fenomena
Regional yang Mempengaruhi Kondisi Iklim
Sirkulasi
angin di Indonesia ditentukan oleh perbedaan tekanan udara di wilayah Australia
dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam
setahun yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia umumnya adalah pola
monsun, yaitu sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah setiap setengah
tahun sekali. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan tinggi di Asia
yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di NTB. Pola angin
timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan tinggi di Australia yang
berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Nusa Tenggara Barat
2.3.
Kondisi
Iklim di
Nusa Tenggara Barat
Kondisi iklim
akhir-akhir ini sering mengalami perubahan, yang ditandai dengan perubahan
curah hujan (volume curah hujan, hari hujan, maupun penyebaran yang tidak
merata) dan juga ditandai oleh kondisi suhu yang terus meningkat. Perubahan
tersebut berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sector
pembangunan di Indonesia. Sektor kesehatan manusia,
infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan ketersediaan pangan
(pertanian, kehutanan dan lainnya) telah mengalami dampak perubahan tersebut
Perubahan
iklim di pulau Lombok dalam kurun (1961-2008) oleh GTZ, (2010) dinyatakan bahwa
ada kecenderungan penurunan curah hujan dan perubahan tipe iklim, dari tipe (C)
agak basah, (D) sedang, dan (E) agak kering, bergeser menjadi tipe (D) sedang
dan (E) agak kering. Penurunan produksi padi di NTB selama 20 tahun terakhir
lebih banyak disebabkan pengaruh nyata anomali iklim seperti el nino yang
mengakibatkan kekeringan sehingga luas tanam, luas panen dan hasil panen turun
(Boer dan Las,2003). Kajian perubahan iklim di NTB baru dikaji wilayah Pulau
Lombok saja oleh GTZ (2010). Sejauh ini belum adanya kajian perubahan iklim
untuk keseluruhan wilayah NTB sehingga kajian perubahan iklim di wilayah ini
menjadi penting untuk dikerjakan.
Periode bulan
basah rata-rata di semua kawasan di NTB berlangsung selama 3-4 bulan saja yakni
mulai bulan Desember sampai Maret atau April. Tanah
pada wilayah tersebut juga tidak dapat menyimpan cadangan air karena
pohon-pohonan yang sangat kurang dan didukung dengan jenis tanah yang berpasir
dengan porositas yang tinggi sehingga air langsung terserap. Kondisi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini diperkuat oleh Utomo (2002) yang menyatakan bahwa usahatani pada lahan kering sangat tergantung pada kondisi iklim di wilayah tersebut.
Pola hujan di Provinsi NTB sangat dipengaruhi oleh
letak geografis provinsi ini yang diapit
oleh benua asia dan australia dan samudera Pasifik dan Samudera Hindia dan
sangat dipengaruhi oleh pengaruh Monsun (Qian et al, 2010). Ketika angin
Baratan banyak membawa masa udara dari kawasan Asia dan Pasifik sedangkan
ketika angin Timuran datang dari benua Australia, angin dingin dari Selatan
memiliki masa udara relatif lebih kering yang identik dengan musim kemarau (Aldrian,
2003; Haylock dan McBride 2001).
Variasi hujan disuatu wilayah sangat dipengaruhi oleh
aliran udara orografik dan pergerakan vertikal masa udara karena
ketidakstabilan di atmosfir (Qian et.al. 2010). Curah hujan di NTB berdasarkan
data dari 56 pos hujan periode (1971-2000), termasuk tipe monsun, dengan
rata-rata curah hujan tahunan bervariasi berkisar 1000-2000 mm (BMKG, 2008).
Secara klimatologi NTB bagian Barat, seperti Pulau Lombok mendapat curah hujan
relatif lebih banyak dibanding Pulau Sumbawa. Curah hujan tahunan di Pulau
Lombok sekitar (1300-1700)mm/tahun, sedangkan di Pulau Sumbawa semakin
berkurang dengan rata-rata (1000-1400) mm/tahun (Ripaldi et al, 2003)
BAB III.
HASIL KAJIAN
3.1.
Prakiraan
Curah Hujan
Kondisi iklim
di Provinsi Nusa Tenggara Barat sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
fenomena global seperti El Nino, La Nina, Dipole Mode Index (DMI) dan Madden
Julian Oscillation (MJO), disamping dipengaruhi oleh fenomena regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia,
Daerah Pertemuan Angin Angin Antar Tropis atau Inter Tropical Convergence Zone
(ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhna awan, serta kondisi muka air laut di
wilayah NTB (BMKG, 2014)
Provinsi NTB
merupakan wilayah dengan kondisi topografi yang bergunung, bergelombang dan
lembah serta dikelilingi oleh pantai merupakan fenomena lokal yang menjadi
penyebab terjadinya perbedaan kondisi iklim di berbagai wilayah. Berdasarkan
data dari Badan Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Kediri Tahun
2014, bahwa awal musim hujan pada tahun ini dimulai dari minggu II bulan
November. Berikut diperoleh perhitungan model statistik probabilistik dan
moving average, dengan mempertimbangkan dinamika atmosfer baik global maupun
regional, kondisi topografi di masing-masing wilayah.
Tabel
Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan, November 2014 -Januari 2015
Kab/Kota
|
Wilayah Kecamatan
|
November 2014
|
Desember 2014
|
Januari 2015
|
|||
CH
|
Sifat
|
CH
|
Sifat
|
CH
|
Sifat
|
||
Kota Mataram
|
Ampenan
|
151-200
|
N
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
Cakranegara
|
151-200
|
N
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Mataram
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Selaparang
|
151-200
|
N
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Lombok Barat
|
Gerung
|
101-150
|
N
|
101-150
|
N
|
201-300
|
N
|
Lembar
|
101-150
|
N
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Narmada
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
201-300
|
BN
|
|
Sekotong
|
151-200
|
N
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Lingsar
|
101-150
|
N
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Gunung Sari
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
BN
|
201-300
|
N
|
|
Batu Layar
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Kediri
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Lombok Utara
|
Tanjung
|
151-200
|
N
|
101-150
|
N
|
151-200
|
BN
|
Gangga
|
101-150
|
N
|
101-150
|
N
|
151-200
|
BN
|
|
Bayan
|
101-150
|
N
|
101-150
|
N
|
201-300
|
BN
|
|
Pemenang
|
101-150
|
N
|
101-150
|
N
|
151-200
|
BN
|
|
Lombok Tengah
|
Praya Timur
|
101-150
|
N
|
101-150
|
BN
|
151-200
|
BN
|
Praya Barat
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Pringgarata
|
151-200
|
N
|
101-150
|
N
|
201-300
|
BN
|
|
Kopang
|
101-150
|
N
|
101-150
|
N
|
201-300
|
BN
|
|
Pujut
|
101-150
|
N
|
101-150
|
N
|
151-200
|
N
|
|
Janapria
|
151-200
|
N
|
101-150
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Batukliang
|
101-150
|
N
|
101-150
|
BN
|
151-200
|
BN
|
|
Praya
|
151-200
|
BN
|
101-150
|
BN
|
201-300
|
N
|
|
Batukliang Utara
|
151-200
|
N
|
101-150
|
BN
|
201-300
|
N
|
|
Jonggat
|
151-200
|
N
|
101-150
|
BN
|
151-200
|
BN
|
|
Lombok Timur
|
Jerowaru
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
BN
|
151-200
|
BN
|
Montong Gading
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
201-300
|
BN
|
|
Sukamulia
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Pringgabaya
|
151-200
|
BN
|
51-100
|
BN
|
151-200
|
BN
|
|
Aikmel
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
BN
|
|
Masbagik
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
BN
|
201-300
|
N
|
|
Sambelia
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
BN
|
151-200
|
BN
|
|
Sembalun
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
201-300
|
BN
|
|
Sikur
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Swela
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Sumbawa Barat
|
Seteluk
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
N
|
|
|
Poto Tano
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
BN
|
|
Sekongkang
|
151-200
|
N
|
151-200
|
N
|
201-300
|
N
|
|
Sumbawa
|
Alas
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
N
|
201-300
|
N
|
Buer
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
N
|
151-200
|
N
|
|
Utan
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
N
|
151-200
|
N
|
|
Moyo Hilir
|
51-100
|
BN
|
101-150
|
N
|
151-200
|
BN
|
|
SBW Diperta
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
N
|
151-200
|
BN
|
|
SBW BMKG
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
N
|
151-200
|
BN
|
|
Lape
|
51-100
|
BN
|
101-150
|
N
|
151-200
|
BN
|
|
Plampang
|
101-150
|
BN
|
101-150
|
BN
|
151-200
|
N
|
|
Lenangguar
|
151-200
|
BN
|
151-200
|
N
|
151-200
|
BN
|
|
Empang
|
51-100
|
BN
|
51-100
|
BN
|
151-200
|
BN
|
|
Dompu
|
Manggalewa
|
51-100
|
BN
|
51-100
|
BN
|
151-200
|
N
|
Hu’u
|
51-100
|
BN
|
51-100
|
BN
|
151-200
|
BN
|
|
Bima
|
Sanggar
|
51-100
|
BN
|
51-100
|
N
|
151-200
|
BN
|
Rasanae
|
51-100
|
BN
|
51-100
|
N
|
151-200
|
BN
|
|
Belo
|
51-100
|
BN
|
51-100
|
N
|
151-200
|
N
|
|
Bolo
|
51-100
|
BN
|
101-150
|
N
|
151-200
|
N
|
|
Sape
|
51-100
|
BN
|
101-150
|
N
|
151-200
|
BN
|
Keterangan
N : Sifat hujan normal
BN : Sifat hujan bawah normal
3.2.
Prakiraan
Musim Hujan di NTB
Berdasarkan
informasi yang diterima dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun
Klimatologi Kediri (BMKG, 2014) bahwa prakiraan cuaca di wilayah NTB untuk tiga
bulan kedepan adalah sebagai berikut :
1.
Pada
bulan November 2014, pusat tekanan rendah di Belahan Bumi Utara (BBU)
diperkirakan bergeser ke Belahan Bumi Selatan (BBS), membalikkan arah angin
timuran menjadi arah angin baratan akan mulai bertiup di wilayah NTB, sehingga
bisa menimbulkan potensi awan hujan di wilayah NTB yang berarti bahwa hal
tersebut identik dengan terjadinya hujan.
2.
Suhu
udara di wilayah P. Lombok berkisar antara 26°C sampai dengan 33°C, sedangkan
suhu udara di P. Sumbawa berkisar antara 27,5°C sampai dengan 34°C dengan
kelembaban udara berkisar antara 70 – 80 %
3.
Kondisi
cuaca daerah NTB secara umum:
Dengan mulai bertiupnya angin monsun
baratan dan mulai bergesernya zona pertemuan angin antar tropis (ITCZ) menuju
bagian selatan katulistiwa di bulan November 2014, maka potensi pertumbuhan
awan dan turunnya hujan di wilayah NTB akan semakin Meningkat.
3.3.
Rencana Perbenihan/Pembibitan
dan Penanaman
Pada Tahun
2014, Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat telah melaksanakan kegiatan
perbenihan/pembibitan oleh BPPTH sebanyak 150.000 bibit yang terdiri dari bibit
nangka sebanyak 17.995, bibit gmelina sebanyak 25.560, bibit mahoni sebanyak
42.175, bibit sengon sebanyak 61.136, dan bibit trembesi sebanyak 3.134.
Sedangkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sebanyak 254.000 bibit melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
dan kegiatan sylvopasture yang terdiri dari jenis tanaman keras yaitu gmelina,
sengon, sengon laut dan beringin. Untuk enis MPTS terdiri dari durian, kemiri, asam, nangka dan jenis pakan
ternak terdiri dari turi dan lamtoro. Kegiatan tersebut direncanakan akan
dilaksanakan di beberapa lokasi yakni
Kecamatan Asakota Kota Bima, Kecamatan Lenangguar Kabupaten Sumbawa, Kecamatan
Sambelia Kabupaten Lombok Timur dan Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok
Barat.
Kegiatan
tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada awal musim hujan, dan hingga akhir Oktober ini kegiatan rehabilitasi baru
pada tahap penyiapan lahan (pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanaman) dan
penyiapan bibit.
Dalam
melaksanakan kegiatan rehabilitasi, penting diketahui kondisi iklim di suatu
tempat, untuk merencanakan kapan saat yang tepat untuk melaksanakan kegiatan
dan dimana lokasi yang sesuai untuk dilaksanakan kegiatan tersebut. Penting
juga merencanakan jenis tanaman yang sesuai untuk ditanam di suatu lokasi agar
tingkat keberhasilan pertumbuhannya menjadi lebih baik. Berikut disajikan data
kegiatan rehabilitasi yang akan dilaksanakan di Provinsi NTB.
Tabel 2. Data
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Provinsi NTB Tahun 2014
No
|
Kegiatan
|
Lokasi Keg.
|
Jumlah Bibit
|
Jenis Bibit
|
Ket
|
|||||||
Kecamatan
|
Kabupaten
|
|||||||||||
1
|
Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Melalui Rehabilitasi Sumber Mata Air
(Penanaman Baru)
|
Gunung Sari
|
Lombok Barat
|
20.000
|
- Beringin
- Durian
- Kemiri
|
50 ha
|
||||||
2
|
Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Melalui Rehabilitasi Sumber Mata Air
(Pemeliharaan II)
|
Lenangguar
|
Sumbawa
|
4.000
|
- Beringin
- Durian
- Kemiri
|
|
||||||
3
|
|
Kolo, Kec. Asakota
|
Kota Bima
|
4000
|
|
|
||||||
4
|
Pemeliharaan ke-1 kegiatan
RHL Berbasis HKm melalui Pola Silvopasture
|
Kapenta, Kec. Asakota
|
Kota Bima
|
4.000
|
|
|
||||||
5
|
Penanaman dalam rangka
rehabilitasi kawasan hutan pasca bencana alam kegiatan RHL berbasis HKm melalui Pola Silvopasture
|
Dara Kunci, Kec. Sambelia
|
Lombok Timur
|
222.000
|
|
|
||||||
6
|
Kegiatan Persemaian BPPTH
|
|
Kota Mataram, Kab. Lobar
|
150.000
|
Nangka
Gmelina
Mahoni
Sengon
Trembesi
|
|
||||||
Total
|
404.000
|
|
|
|
3.4.
Hasil Kajian
Berdasarkan
data dan informasi yang diterima dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun
Klimatologi Kediri pada tahun 2014 dapat disimpulkan bahwa musim hujan pada
tahun ini diperkirakan mulai pada minggu kedua bulan November 2014. Secara
Klimatologi bulan November 2014, Provinsi NTB mulai mengalami penambahan curah
hujan seiring dengan masuknya awal musim hujan. Secara umum jumlah curah hujan
di Bulan November 2014 berkisar antara 50 – 200 mm perbulan, pada Bulan
Desember 2014 berkisar antara 100 – 200 mm
dan pada bulan Januari 2015 berkisar antara 150 – 300
mm.
Dibidang
kehutanan, perubahan iklim terutama mengenai perubahan perilaku hujan, sangat
berdampak dalam keberhasilan penanaman terutama di wilayah NTB yang memiliki
luas lahan kritis yang cukup luas. Berdasarkan RPJMD Provinsi
Nusa Tenggara Barat 1999-2013, luas lahan kritis di Provinsi NTB adalah seluas 444.409,19 Ha dengan
komposisi lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 181.188,66 Ha (40,77 %
dari luas lahan kritis) dan lahan kritis di luar kawasan hutan seluas
263.220,53 Ha (59,23 % dari luas lahan kritis). Meluasnya lahan kritis
dapat menjadi penyebab menurunnya sumber mata air dan volume yang
dihasilkannya. Jika ketersediaan
air terbatas dapat mengakibatkan
berkurangnya supli air untuk menghantarkan zat hara menjadi terhambat serta
lapisan top soil yang tipis, sehingga hal tersebut dapat menjadi salah satu
kendala dalam pemanfaatan kawasan tersebut.
Kelima lokasi rehabilitasi
oleh Dishut Prov. NTB memiliki sifat
hujan Bawah Normal sampai dengan Normal dengan kisaran hujan mencapai 101-150
sampai dengan 201-300, berdasarkan prakiraan BMKG mulai November 2014 sampai
dengan Januari 2015. Hal ini berarti bahwa lokasi-lakasi tersebut diperkirakan
mendapat supli air sebesar 101-150 sampai dengan 201-300 mulai bulan November
2014 sampai Januari 2015.
Kondisi sifat
hujan yang normal atau berada di bawah normal tidak menandakan lokasi tersebut
memiliki kecukupan air untuk pertumbuhan tanaman di suatu lokasi. Sifat hujan
normal atau di atas normal tidak menandakan bahwa kondisi air melimpah dan
sifat hujan di bawah normal tidak juga menandakan bahwa kondisi air kurang di
suatu tempat. Dengan demikian tingkat keberhasilan kegiatan rehabilitasi
ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
1.
Jenis
Tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan, jenis tanah dan kebutuhan air
2.
Waktu
penanaman yang tepat
3.
Kondisi
Curah hujan yang sesuai
4.
Ketersediaan
air tanah yang berhubungan dengan jenis tanah dan sistem pengairan di suatu
tempat
5.
Bibit
unggul, sehat dan siap tanam
6.
Cara/teknik
penanaman yang tepat
7.
Pemeliharaan
pasca penanaman
BAB IV.
KESIMPULAN DAN
PENUTUP
3.5.
KESIMPULAN
Berdasarkan
kajian diatas melalui pendekatan informasi BMKG dan data kegiatan rehabilitasi
pada Dinas Kehutanan Provinsi NTB dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya
adalah :
1.
Awal
musim hujan pada tahun 2014 diperkirakan mulai pada minggu kedua bulan November
2014 dan secara Klimatologi bulan November 2014, Provinsi NTB mulai mengalami
penambahan curah hujan seiring dengan masuknya awal musim hujan
2.
Secara
umum jumlah curah hujan di Bulan November 2014 berkisar antara 50 – 200 mm
perbulan, pada Bulan Desember 2014
berkisar antara 100 – 200 mm dan pada bulan Januari 2015 berkisar
antara 150 – 300 mm.
3.
Lokasi
kegiatan rehabilitasi pada Dinas
Kehutanan Provinsi NTB tahun 2014 adalah di Kecamatan Gunung Sari Kabupaten
Lombok Barat, Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur, Kecamatan Lenangguar
Kabupaten sumbawa, dan Kecamatan Asakota Kota Bima
4.
Kelima
lokasi tersebut, pada Tahun 2014 memiliki sifat hujan Bawah Normal sampai
dengan Normal dengan kisaran hujan mencapai 101-150 sampai dengan 201-300
yang berarti bahwa lokasi-lakasi
tersebut diperkirakan mendapat supli air sebesar 101-150 sampai dengan 201-300
mulai bulan November 2014 sampai Januari 2015.
5.
Tingkat
keberhasilan kegiatan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh kondisi iklim di
suatu tempat namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti jenis
tanaman yang sesuai, waktu tanam yang tepat, kualitas bibit, teknik penanaman
dan kegiatan pemeliharaannya.
3.6.
PENUTUP
Demikian hasil
kajian kegiatan rehabilitasi yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan
Provinsi NTB Tahun 2014, semoga menjadi bahan masukan dan pertimbangan untuk
pelaksaan kegiatan di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
BMKG
Stasiun Klimatologi Kediri. 2014. Analisis Curah Hujan Bulan September 2014 dan
Prakiraan Curah Hujan November, Desember 2014 dan Januari 2015 di Nusa Tenggara Barat
BMKG
Stasiun Klimatologi Kediri. 2014. Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 di
Nusa Tenggara Barat
Butler, J., Kirono, D.G.C., Katzfey, J., and Nguyen,
K. (2009). Climate Adaptation Strategies
for Rural Livelihoods in West Nusa Tenggara Province. CSIRO_AusAID report.
Dinas Kehutanan Provinsi NTB, 2013. Rencana
Pengelolaan Jangka Menengah Daerah 2013. Mataram
Haylock, M. and McBride, J. L. (2001) : Spatial
Coherence and Predictability of Indonesian Wet Season Rainfall. Journal of
Climate,14, 3882-3887.
Manik, K.T. 2009. Memahami Iklim Dalam Skala Ruang dan Waktu yang Berbeda.
http://ardidafa78.wordpress.com/2009/05/20/memahami-iklim-dalam-skala-ruang-dan-waktu-yang-berbeda/. Diunggah
Tanggal 31 Oktober 2014 Jam 09.35 WITA
Ripaldi, A. Susandi, A. Aldrian, E. 2003. Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap
Produktifitas Tanaman Padi di Provinsi NTB. (Periode 2040-2069 dan 2070-2099). Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas
Udara, BMKG, Jl. Angkasa 1 no.2, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar