Selamat Datang di Blog Hutanku Hutanmu

Semoga Blog ini bisa memberi sedikit manfaat sebagai wadah informasi dan sharing tentang kehutanan

Kamis, 22 Januari 2015

ANALISIS REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN MENURUT IKLIM DI PROVINSI NTB (SEBUAH KAJIAN)

 ANALISIS REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
MENURUT IKLIM DI PROVINSI NTB
(SEBUAH KAJIAN)




BAB I
PENDAHULUAN
                                                                  
1.1.        Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia. Perubahan iklim akan menyebabkan: (a) seluruh wilayah Indonesia mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis; (b) wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim hujan. Di wilayah Indonesia bagian selatan, musim hujan yang makin pendek akan menyulitkan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) apabila tidak tersedia varietas yang berumur lebih pendek dan tanpa rehabilitasi jaringan irigasi. Meningkatnya hujan pada musim hujan menyebabkan tingginya frekuensi kejadian banjir, sedangkan menurunnya hujan pada musim kemarau akan meningkatkan risiko kekekeringan.
Perubahan iklim dengan segala penyebabnya secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal, regional maupun global. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) mengakibatkan terjadinya pemanasan global, diikuti dengan naiknya tinggi permukaan air laut akibat pemuaian dan pencairan es di wilayah kutub. Naiknya tinggi permukaan air laut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim, antara lain El Nino dan La Nina. Fenomena El Nino dan La Nina sangat berpengaruh terhadap kondisi cuaca/iklim di wilayah Indonesia dengan geografis kepulauan. Sirkulasi antara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat berpengaruh, sehingga wilayah Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa bencana alam yang intensitas dan frekuensinya terus meningkat Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia (Ripaldi et al, 2003)
Dampak negatifnya antara lain adalah peningkatan frekuensi dan luas kebakaran hutan, kegagalan panen, dan penurunan ketersediaan air. Fenomena La Nina merupakan ke balikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan Samudera Pasifik, yang menyebabkan angin serta awan hujan ke Australia dan Asia Bagian Selatan, termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan tinggi disertai dengan angin topan dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan longsor besar.
Berdasarkan RPJMD Provinsi Nusa Tenggara Barat 1999-2013, luas lahan kritis di Provinsi NTB adalah seluas 444.409,19 Ha dengan komposisi lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 181.188,66 Ha (40,77 % dari luas lahan kritis) dan lahan kritis di luar kawasan hutan seluas 263.220,53 Ha (59,23 % dari luas lahan kritis). Kerusakan sumber daya hutan dan lahan tersebut telah memberi dampak yang buruk bagi pembangunan berbagai sektor serta mengancam terjadinya bencana alam berupa longsor dan banjir serta kekeringan. Fenomena kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan di Nusa Tenggara Barat, dapat dilihat dari beberapa data dan fakta di lapangan, yang menunjukkan tingkat bahaya erosi DAS  di Nusa Tenggara Barat sangat tinggi yaitu mencapai 71,59% di wilayah DAS Pulau Lombok dan 70,09% di wilayah DAS Pulau Sumbawa. Selama kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi penurunan sejumlah mata air. Lebih dari 400 titik mata air di Nusa Tenggara Barat telah hilang dan telah menyebabkan terjadinya defisit air akibat menurunnya ketersediaan air, sementara pemanfaatan air cenderung semakin tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh WWF Indonesia Program Nusa Tenggara menemukan fakta bahwa di Pulau Lombok telah terjadi defisit air sebesar 1,2 M M3 per tahun. Kondisi ini apabila tidak segera ditangani dengan serius akan berdampak terhadap 70% lebih masyarakat agraris atau yang bertumpu pada sektor pertanian dan kebutuhan air bersih penduduk di Pulau Lombok (WWF, 2008). Dampak lanjutan dari kondisi tersebut adalah penurunan produksi pertanian serta kesejahteraan masyarakat terutama petani.
Pertimbangan kondisi iklim yang akan terjadi terutama di wilayah Provinsi NTB sangat diperlukan dalam upaya penanganan lahan kritis melalui rehabilitasi hutan dan lahan dengan peningkatan penutupan luas lahan. Kegiatan tersebut merupakan program yang perlu dikembangkan untuk mencegah peningkatan resiko bencana lingkungan di Provinsi NTB.

1.2.        Tujuan
Tulisan  ini bertujuan untuk memberikan kajian terhadap kegiatan rehabilititasi yang akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan melalui informasi  iklim yang diberikan oleh Badan Meteorologi dan Klimatologi Stasiun Kediri dan data kegiatan rehabilitasi Dinas Kehutanan Provinsi NTB.

1.3.        Pengertian
a.       Iklim adalah pengertian kondisi atmosfer yang berlangsung dalam waktu yang lama di suatu daerah yang luas
b.       Hujan adalah butir-butir air atau kristal es yang keluar dari awan yang sampai ke permukaan bumi
c.       Sifat hujan adalah perbandingan antara curah hujan yang terjadi selama satu bulan, dengan nilai rata-rata normal dari bulan tersebut di suatu tempat, sehingga jika sifat hujan atas normal bukan berarti jumlah curah hujan yang melimpah atau sebaliknya jika sifat hujan bawah normal bukan berarti tidak ada hujan.
d.       Sifat hujan Atas Normal(AN) jika nilai perbandingan jumlah curah hujan selama 1 bulan terhadap rata-ratanya >115%
e.       Sifat hujan Normal (N) jika nilai perbandingan jumlah curah hujan selama 1 bulan terhadap rata-ratanya antara 85 - 115%
f.        Sifat hujan Bawah Normal (BN) jika nilai perbandingan jumlah curah hujan selama 1 bulan terhadap rata-ratanya < 85
g.       Rata-rata curah hujan bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan periode minimal 10 tahun
h.       Kriteria Intensitas Curah Hujan
-       Hujan sangat ringan intensitasnya < 5 mm dalam 24 jam
-       Hujan ringan intensitasnya 5-20 mm dalam 24 jam
-       Hujan sedang intensitasnya 20-50 mm dalam 24 jam
-       Hujan lebat intensitasnya 50-100 mm dalam 24 jam
-       Hujan sangat lebat intensitasnya >100 mm dalam 24 jam
g.    Tingkat ketersediaan air tanah di suatu lokasi dihitung berdasarkan neraca air lahan tanaman, yang merupakan pengurangan curah hujan dan evapotranspirasi, hingga diperoleh ketersediaan air tanah
       - Cukup        : Jika berada pada tingkat kapasitas lapang (KL)
- Sedang      : Jika berada pada tingkat antara kapasitas Lapang (KL) dan Titik Layu Permanen (TLP)
- Kurang       : Jika berada pada titik kurang dan Titik Layu Permanen (TLP) yang menandakan tanaman dalam kondisi kering
BAB II.
KONDISI IKLIM DI NTB

2.1.        Fenomena Global yang Mempengaruhi Kondisi Iklim
Faktor utama penentu iklim secara global adalah posisi bumi terhadap matahari. Faktor ini jelas mempengaruhi suhu disuatu wilayah. Dengan demikian, pembagian iklim secara global yang kita kenal sebagai daerah tropis, sub-tropis dan kutub lebih berdasarkan pada panas dinginnya suatu wilayah. Posisi bumi rehadap matahari juga mementukan panjang hari sutu wilayah. Tropis yang berada ditengah-tengah bola dunia, selau berada dalam posisi lurus dan tetap terhadap matahari, itu sebabnya daerah ini selau bersuhu tinggi dengan panjang siang dan malam yang berimbang; 12 jam terang, 12 jam gelap. Makin jauh suatu wilayah dari garis tengah. (eguator) makin besar sudut kemiringannya terhadap garis normal, sehingga jatuhnya sinar matahari tidak pernah tegak lurus. Posisi bumi yang miring  23.5 °  mengakibatkan wilayah lintang tinggi pada suatu waktu akan relatif lebih dekat ke matahari, pada waktu yang lain lebih jauh. Kondisi ini menciptakan perbedaan musim; panas dan denign, dan juga perbedaan panjang hari. (Katarina, 2009)
El Nino merupakan sebuah fenomena alam yaitu meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar) menjadi sebaliknya. Sebagai indikator untuk memantau kejadian El Nino, biasanya digunakan data pengukuran suhu permukaan laut pada bujur 170°BB - 120°BB dan lintang 5°LS - 5°LU, dimana anomali positif mengindikasikan terjadinya El Nino. Dan fenomena La Nina ditandai dengan menurunnya suhu permukaan laut pada bujur 170°BB - 120°BB dan pada lintang 5°LS - 5°LU dimana anomali negatif, sehingga sering juga disebut sebagai fase dingin. Kedua fenomena di perairan pasifik ini memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan manusia.
Sedangkan La Nina sebaliknya dari El Nino, terjadi saat permukaan laut di pasifik tengah dan timur suhunya lebih rendah dari biasanya pada waktu-waktu tertentu. Dan tekanan udara kawasan pasifik barat menurun yang memungkinkan terbentuknya awan. Sehingga tekanan udara di pasifik tengah dan timur tinggi, yang menghambat terbentuknya awan. Sedangkan di bagian pasifik barat tekanan udaranya rendah yaitu di Indonesia yang memudahkan terbentuknya awan cumulus nimbus, awan ini menimbulkan turun hujan lebat yang juga disertai petir. Karena sifat dari udara yang bergerak dari tekanan udara tinggi ke tekanan udara rendah. Menyebabkan udara dari pasifik tengah dan timur bergerak ke pasifik barat. Hal ini juga yang menyebabkan awan konvektif di atas pasifik ttengah dan timur bergeser ke pasifik barat (BMKG, 2014)
Proses terjadinya Fenomena El Nino dan Lanina adalah bulan desember, posisi matahari berada di titik balik selatan bumi, sehingga daerang lintang selatan mengalami musim panas. Di Peru mengalami musim panas dan arus laut dingin Humboldt tergantikan oleh arus laut panas. Karena kuatnya penyinaran oleh sinar matahari perairan di pasifik tengah dan timur, menyebabakan meningkatnya suhu dan kelembapan udara pada atmosfer. Sehingga tekanan udara di pasifik tengah dan timur rendah, yang kemudian yang diikuti awan-awan konvektif (awan yang terbentuk oleh penyinaran matahari yang kuat). Sedangkan di bagian pasifik barat tekanan udaranya tinggi yaitu di Indonesia (yang pada dasarnya dipengaruhi oleh angin musoon, angin passat dan angin lokal. Akan tetapi pengaruh angin munsoon yang lebih kuat dari daratan Asia), menyebabkan sulit terbentuknya awan. Karena sifat dari udara yang bergerak dari tekanan udara tinggi ke tekanan udara rendah. Menyebabkan udara dari pasifik barat bergerak ke pasifik tengah dan timur. Hal ini juga yang menyebabkan awan konvektif di atas Indonesia bergeser ke pasifik tengah dan timur (BMKG, 2014)

2.2.        Fenomena Regional yang Mempengaruhi Kondisi Iklim
Sirkulasi angin di Indonesia ditentukan oleh perbedaan tekanan udara di wilayah Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia umumnya adalah pola monsun, yaitu sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah setiap setengah tahun sekali. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di NTB. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Nusa Tenggara Barat

2.3.        Kondisi Iklim  di Nusa Tenggara Barat
Kondisi iklim akhir-akhir ini sering mengalami perubahan, yang ditandai dengan perubahan curah hujan (volume curah hujan, hari hujan, maupun penyebaran yang tidak merata) dan juga ditandai oleh kondisi suhu yang terus meningkat. Perubahan tersebut berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sector pembangunan di Indonesia. Sektor kesehatan manusia, infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan ketersediaan pangan (pertanian, kehutanan dan lainnya) telah mengalami dampak perubahan tersebut
Perubahan iklim di pulau Lombok dalam kurun (1961-2008) oleh GTZ, (2010) dinyatakan bahwa ada kecenderungan penurunan curah hujan dan perubahan tipe iklim, dari tipe (C) agak basah, (D) sedang, dan (E) agak kering, bergeser menjadi tipe (D) sedang dan (E) agak kering. Penurunan produksi padi di NTB selama 20 tahun terakhir lebih banyak disebabkan pengaruh nyata anomali iklim seperti el nino yang mengakibatkan kekeringan sehingga luas tanam, luas panen dan hasil panen turun (Boer dan Las,2003). Kajian perubahan iklim di NTB baru dikaji wilayah Pulau Lombok saja oleh GTZ (2010). Sejauh ini belum adanya kajian perubahan iklim untuk keseluruhan wilayah NTB sehingga kajian perubahan iklim di wilayah ini menjadi penting untuk dikerjakan.
Periode bulan basah rata-rata di semua kawasan di NTB berlangsung selama 3-4 bulan saja yakni mulai bulan Desember sampai Maret atau April. Tanah pada wilayah tersebut juga tidak dapat menyimpan cadangan air karena pohon-pohonan yang sangat kurang dan didukung dengan jenis tanah yang berpasir dengan porositas yang tinggi sehingga air langsung terserap. Kondisi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini diperkuat oleh Utomo (2002) yang menyatakan bahwa usahatani pada lahan kering sangat tergantung pada kondisi iklim di wilayah tersebut.
Pola hujan di Provinsi NTB sangat dipengaruhi oleh letak geografis  provinsi ini yang diapit oleh benua asia dan australia dan samudera Pasifik dan Samudera Hindia dan sangat dipengaruhi oleh pengaruh Monsun (Qian et al, 2010). Ketika angin Baratan banyak membawa masa udara dari kawasan Asia dan Pasifik sedangkan ketika angin Timuran datang dari benua Australia, angin dingin dari Selatan memiliki masa udara relatif lebih kering yang identik dengan musim kemarau (Aldrian, 2003; Haylock dan McBride 2001).
Variasi hujan disuatu wilayah sangat dipengaruhi oleh aliran udara orografik dan pergerakan vertikal masa udara karena ketidakstabilan di atmosfir (Qian et.al. 2010). Curah hujan di NTB berdasarkan data dari 56 pos hujan periode (1971-2000), termasuk tipe monsun, dengan rata-rata curah hujan tahunan bervariasi berkisar 1000-2000 mm (BMKG, 2008). Secara klimatologi NTB bagian Barat, seperti Pulau Lombok mendapat curah hujan relatif lebih banyak dibanding Pulau Sumbawa. Curah hujan tahunan di Pulau Lombok sekitar (1300-1700)mm/tahun, sedangkan di Pulau Sumbawa semakin berkurang dengan rata-rata (1000-1400) mm/tahun (Ripaldi et al, 2003)




BAB III.
HASIL KAJIAN

3.1.        Prakiraan Curah Hujan
Kondisi iklim di Provinsi Nusa Tenggara Barat sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor fenomena global seperti El Nino, La Nina, Dipole Mode Index (DMI) dan Madden Julian Oscillation (MJO), disamping dipengaruhi oleh fenomena  regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Angin Antar Tropis atau Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhna awan, serta kondisi muka air laut di wilayah NTB (BMKG, 2014)
Provinsi NTB merupakan wilayah dengan kondisi topografi yang bergunung, bergelombang dan lembah serta dikelilingi oleh pantai merupakan fenomena lokal yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan kondisi iklim di berbagai wilayah. Berdasarkan data dari Badan Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Kediri Tahun 2014, bahwa awal musim hujan pada tahun ini dimulai dari minggu II bulan November. Berikut diperoleh perhitungan model statistik probabilistik dan moving average, dengan mempertimbangkan dinamika atmosfer baik global maupun regional, kondisi topografi di masing-masing wilayah.
Tabel   Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan, November 2014 -Januari 2015
Kab/Kota
Wilayah Kecamatan
November 2014
Desember 2014
Januari 2015
CH
Sifat
CH
Sifat
CH
Sifat
Kota Mataram
Ampenan
151-200
N
151-200
N
201-300
N
Cakranegara
151-200
N
151-200
N
201-300
N
Mataram
151-200
BN
151-200
N
201-300
N
Selaparang
151-200
N
151-200
N
201-300
N
Lombok Barat
Gerung
101-150
N
101-150
N
201-300
N
Lembar
101-150
N
151-200
N
201-300
N
Narmada
151-200
BN
151-200
N
201-300
BN
Sekotong
151-200
N
151-200
N
201-300
N
Lingsar
101-150
N
151-200
N
201-300
N
Gunung Sari
151-200
BN
151-200
BN
201-300
N
Batu Layar
151-200
BN
151-200
N
201-300
N
Kediri
151-200
BN
151-200
N
201-300
N
Lombok Utara
Tanjung
151-200
N
101-150
N
151-200
BN
Gangga
101-150
N
101-150
N
151-200
BN
Bayan
101-150
N
101-150
N
201-300
BN
Pemenang
101-150
N
101-150
N
151-200
BN
Lombok Tengah
Praya Timur
101-150
N
101-150
BN
151-200
BN
Praya Barat
101-150
BN
101-150
N
201-300
N
Pringgarata
151-200
N
101-150
N
201-300
BN
Kopang
101-150
N
101-150
N
201-300
BN
Pujut
101-150
N
101-150
N
151-200
N
Janapria
151-200
N
101-150
N
201-300
N
Batukliang
101-150
N
101-150
BN
151-200
BN
Praya
151-200
BN
101-150
BN
201-300
N
Batukliang Utara
151-200
N
101-150
BN
201-300
N
Jonggat
151-200
N
101-150
BN
151-200
BN
Lombok Timur
Jerowaru
101-150
BN
101-150
BN
151-200
BN
Montong Gading
151-200
BN
151-200
N
201-300
BN
Sukamulia
151-200
BN
151-200
N
201-300
N
Pringgabaya
151-200
BN
51-100
BN
151-200
BN
Aikmel
151-200
BN
151-200
BN
151-200
BN
Masbagik
151-200
BN
151-200
BN
201-300
N
Sambelia
101-150
BN
101-150
BN
151-200
BN
Sembalun
151-200
BN
151-200
N
201-300
BN
Sikur
151-200
BN
151-200
N
201-300
N
Swela
101-150
BN
101-150
N
201-300
N
Sumbawa Barat
Seteluk
101-150
BN
101-150
N


Poto Tano
101-150
BN
101-150
BN
101-150
BN
Sekongkang
151-200
N
151-200
N
201-300
N
Sumbawa
Alas
101-150
BN
101-150
N
201-300
N
Buer
101-150
BN
101-150
N
151-200
N
Utan
101-150
BN
101-150
N
151-200
N
Moyo Hilir
51-100
BN
101-150
N
151-200
BN
SBW Diperta
101-150
BN
101-150
N
151-200
BN
SBW BMKG
101-150
BN
101-150
N
151-200
BN
Lape
51-100
BN
101-150
N
151-200
BN
Plampang
101-150
BN
101-150
BN
151-200
N
Lenangguar
151-200
BN
151-200
N
151-200
BN
Empang
51-100
BN
51-100
BN
151-200
BN
Dompu
Manggalewa
51-100
BN
51-100
BN
151-200
N
Hu’u
51-100
BN
51-100
BN
151-200
BN
Bima
Sanggar
51-100
BN
51-100
N
151-200
BN
Rasanae
51-100
BN
51-100
N
151-200
BN
Belo
51-100
BN
51-100
N
151-200
N
Bolo
51-100
BN
101-150
N
151-200
N
Sape
51-100
BN
101-150
N
151-200
BN
Keterangan
N               : Sifat hujan normal
BN            : Sifat hujan bawah normal


3.2.        Prakiraan Musim Hujan di NTB
Berdasarkan informasi yang diterima dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Kediri (BMKG, 2014) bahwa prakiraan cuaca di wilayah NTB untuk tiga bulan kedepan adalah sebagai berikut :
1.              Pada bulan November 2014, pusat tekanan rendah di Belahan Bumi Utara (BBU) diperkirakan bergeser ke Belahan Bumi Selatan (BBS), membalikkan arah angin timuran menjadi arah angin baratan akan mulai bertiup di wilayah NTB, sehingga bisa menimbulkan potensi awan hujan di wilayah NTB yang berarti bahwa hal tersebut identik dengan terjadinya hujan.
2.              Suhu udara di wilayah P. Lombok berkisar antara 26°C sampai dengan 33°C, sedangkan suhu udara di P. Sumbawa berkisar antara 27,5°C sampai dengan 34°C dengan kelembaban udara berkisar antara 70 – 80 %
3.              Kondisi cuaca daerah NTB secara umum:
Dengan mulai bertiupnya angin monsun baratan dan mulai bergesernya zona pertemuan angin antar tropis (ITCZ) menuju bagian selatan katulistiwa di bulan November 2014, maka potensi pertumbuhan awan dan turunnya hujan di wilayah NTB akan semakin Meningkat.

3.3.        Rencana Perbenihan/Pembibitan dan Penanaman
Pada Tahun 2014, Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat telah melaksanakan kegiatan perbenihan/pembibitan oleh BPPTH sebanyak 150.000 bibit yang terdiri dari bibit nangka sebanyak 17.995, bibit gmelina sebanyak 25.560, bibit mahoni sebanyak 42.175, bibit sengon sebanyak 61.136, dan bibit trembesi sebanyak 3.134. Sedangkan kegiatan   rehabilitasi hutan dan lahan  sebanyak 254.000 bibit  melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan kegiatan sylvopasture yang terdiri dari jenis tanaman keras yaitu gmelina, sengon, sengon laut dan beringin. Untuk enis MPTS terdiri dari  durian, kemiri, asam, nangka dan jenis pakan ternak terdiri dari turi dan lamtoro. Kegiatan tersebut direncanakan akan dilaksanakan di  beberapa lokasi yakni Kecamatan Asakota Kota Bima, Kecamatan Lenangguar Kabupaten Sumbawa, Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur dan Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat.
Kegiatan tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada awal musim hujan, dan hingga  akhir Oktober ini kegiatan rehabilitasi baru pada tahap penyiapan lahan (pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanaman) dan penyiapan bibit.
Dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi, penting diketahui kondisi iklim di suatu tempat, untuk merencanakan kapan saat yang tepat untuk melaksanakan kegiatan dan dimana lokasi yang sesuai untuk dilaksanakan kegiatan tersebut. Penting juga merencanakan jenis tanaman yang sesuai untuk ditanam di suatu lokasi agar tingkat keberhasilan pertumbuhannya menjadi lebih baik. Berikut disajikan data kegiatan rehabilitasi yang akan dilaksanakan di Provinsi NTB.
Tabel 2. Data Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Provinsi NTB Tahun 2014
No
Kegiatan
Lokasi Keg.
Jumlah Bibit
Jenis Bibit
Ket
Kecamatan
Kabupaten
1
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Melalui Rehabilitasi Sumber Mata Air
(Penanaman Baru)
Gunung Sari
Lombok Barat
20.000
- Beringin
- Durian
- Kemiri
50 ha
2
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Melalui Rehabilitasi Sumber Mata Air
(Pemeliharaan II)
Lenangguar
Sumbawa
4.000
- Beringin
- Durian
- Kemiri

3
Pemeliharaan ke-1 kegiatan RHL
Berbasis HKm melalui Pola Silvopasture
Kolo, Kec. Asakota

Kota Bima
4000
- Gmelina
- Kemiri
- Sengon Laut
- Turi
- lamtoro

4
Pemeliharaan ke-1 kegiatan RHL Berbasis HKm melalui Pola Silvopasture
Kapenta, Kec. Asakota
Kota Bima
4.000
- Gmelina
- Kemiri
- Sengon Laut
- Turi
- lamtoro

5
Penanaman dalam rangka rehabilitasi kawasan hutan pasca bencana alam kegiatan RHL  berbasis HKm melalui Pola Silvopasture
Dara Kunci, Kec. Sambelia
Lombok Timur
222.000
- Gmelina
-  Sengon
- Asam
- Nangka

6
Kegiatan Persemaian BPPTH

Kota Mataram, Kab. Lobar
150.000
Nangka
Gmelina
Mahoni
Sengon
Trembesi

Total
404.000






3.4.        Hasil Kajian
Berdasarkan data dan informasi yang diterima dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Kediri pada tahun 2014 dapat disimpulkan bahwa musim hujan pada tahun ini diperkirakan mulai pada minggu kedua bulan November 2014. Secara Klimatologi bulan November 2014, Provinsi NTB mulai mengalami penambahan curah hujan seiring dengan masuknya awal musim hujan. Secara umum jumlah curah hujan di Bulan November 2014 berkisar antara 50 – 200 mm perbulan, pada Bulan Desember 2014  berkisar antara 100 – 200 mm dan pada bulan Januari 2015 berkisar antara 150 – 300 mm.
Dibidang kehutanan, perubahan iklim terutama mengenai perubahan perilaku hujan, sangat berdampak dalam keberhasilan penanaman terutama di wilayah NTB yang memiliki luas lahan kritis  yang cukup luas. Berdasarkan RPJMD Provinsi Nusa Tenggara Barat 1999-2013, luas lahan kritis di Provinsi NTB adalah seluas 444.409,19 Ha dengan komposisi lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 181.188,66 Ha (40,77 % dari luas lahan kritis) dan lahan kritis di luar kawasan hutan seluas 263.220,53 Ha (59,23 % dari luas lahan kritis). Meluasnya lahan kritis dapat menjadi penyebab menurunnya sumber mata air dan volume yang dihasilkannya. Jika ketersediaan air  terbatas dapat mengakibatkan berkurangnya supli air untuk menghantarkan zat hara menjadi terhambat serta lapisan top soil yang tipis, sehingga hal tersebut dapat menjadi salah satu kendala dalam pemanfaatan kawasan tersebut.
Kelima lokasi rehabilitasi oleh Dishut Prov. NTB  memiliki sifat hujan Bawah Normal sampai dengan Normal dengan kisaran hujan mencapai 101-150 sampai dengan 201-300, berdasarkan prakiraan BMKG mulai November 2014 sampai dengan Januari 2015. Hal ini berarti bahwa lokasi-lakasi tersebut diperkirakan mendapat supli air sebesar 101-150 sampai dengan 201-300 mulai bulan November 2014 sampai Januari 2015.
Kondisi sifat hujan yang normal atau berada di bawah normal tidak menandakan lokasi tersebut memiliki kecukupan air untuk pertumbuhan tanaman di suatu lokasi. Sifat hujan normal atau di atas normal tidak menandakan bahwa kondisi air melimpah dan sifat hujan di bawah normal tidak juga menandakan bahwa kondisi air kurang di suatu tempat. Dengan demikian tingkat keberhasilan kegiatan rehabilitasi ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
1.         Jenis Tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan, jenis tanah dan kebutuhan air
2.         Waktu penanaman yang tepat
3.         Kondisi Curah hujan yang sesuai
4.         Ketersediaan air tanah yang berhubungan dengan jenis tanah dan sistem pengairan di suatu tempat
5.         Bibit unggul, sehat dan siap tanam
6.         Cara/teknik penanaman yang tepat
7.         Pemeliharaan pasca penanaman



BAB IV.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
3.5.              KESIMPULAN
Berdasarkan kajian diatas melalui pendekatan informasi BMKG dan data kegiatan rehabilitasi pada Dinas Kehutanan Provinsi NTB dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya adalah :
1.              Awal musim hujan pada tahun 2014 diperkirakan mulai pada minggu kedua bulan November 2014 dan secara Klimatologi bulan November 2014, Provinsi NTB mulai mengalami penambahan curah hujan seiring dengan masuknya awal musim hujan
2.              Secara umum jumlah curah hujan di Bulan November 2014 berkisar antara 50 – 200 mm perbulan, pada Bulan Desember 2014  berkisar antara 100 – 200 mm dan pada bulan Januari 2015 berkisar antara 150 – 300 mm.
3.              Lokasi kegiatan  rehabilitasi pada Dinas Kehutanan Provinsi NTB tahun 2014 adalah di Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat, Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur, Kecamatan Lenangguar Kabupaten sumbawa, dan Kecamatan Asakota Kota Bima
4.              Kelima lokasi tersebut, pada Tahun 2014 memiliki sifat hujan Bawah Normal sampai dengan Normal dengan kisaran hujan mencapai 101-150 sampai dengan 201-300 yang  berarti bahwa lokasi-lakasi tersebut diperkirakan mendapat supli air sebesar 101-150 sampai dengan 201-300 mulai bulan November 2014 sampai Januari 2015.
5.              Tingkat keberhasilan kegiatan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh kondisi iklim di suatu tempat namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti jenis tanaman yang sesuai, waktu tanam yang tepat, kualitas bibit, teknik penanaman dan kegiatan pemeliharaannya.

3.6.             PENUTUP
Demikian hasil kajian kegiatan rehabilitasi yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi NTB Tahun 2014, semoga menjadi bahan masukan dan pertimbangan untuk pelaksaan kegiatan di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA


BMKG Stasiun Klimatologi Kediri. 2014. Analisis Curah Hujan Bulan September 2014 dan Prakiraan Curah Hujan November, Desember 2014 dan  Januari 2015 di Nusa Tenggara Barat

BMKG Stasiun Klimatologi Kediri. 2014. Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 di Nusa Tenggara Barat

Butler, J., Kirono, D.G.C., Katzfey, J., and Nguyen, K.  (2009). Climate Adaptation Strategies for Rural Livelihoods in West Nusa Tenggara Province. CSIRO_AusAID report.

Dinas Kehutanan Provinsi NTB, 2013. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Daerah 2013. Mataram

Haylock, M. and McBride, J. L. (2001) : Spatial Coherence and Predictability of Indonesian Wet Season Rainfall. Journal of Climate,14, 3882-3887.

Manik, K.T. 2009. Memahami Iklim Dalam Skala Ruang dan Waktu yang Berbeda.

Ripaldi, A. Susandi, A. Aldrian, E.  2003. Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktifitas Tanaman Padi di Provinsi NTB. (Periode  2040-2069  dan  2070-2099). Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, BMKG, Jl. Angkasa 1 no.2, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar