Selamat Datang di Blog Hutanku Hutanmu

Semoga Blog ini bisa memberi sedikit manfaat sebagai wadah informasi dan sharing tentang kehutanan

Selasa, 12 April 2011

Kandungan Karbon Tersimpan

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang


Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian.Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot. Jumlah C tersimpan antar lahan tersebut berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan,mulai dari yang paling ekstensive misalnya agroforestri kompleks ya ng menyerupai hutan, hingga paling intensive Se perti sistem pertanian semusim monokultur. Pengukuran secara kuantitatif C tersimpan dalam berbagai macam penggunaan lahan perlu dilakukan.Untuk itu diperlukan metoda pengukuran standard yang baku dan telah dipergunakan secara luas, agar hasilnya dapat dibandingkan antar lahan dan antar lokasi.
Hutan dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam serta serasah yang terdapat dilantai hutan berasosiasi dengan tanah akan mempengaruhi fungsi hidrologi, sehingga hutan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan fungsi hidrologi. Dampak kebakaran hutan terhadap hidrologi secara langsung merupakan dampak terhadap hilang dan/atau rusaknya vegetasi, menurun dan/atau hilangnya serasah serta  menurunnya kualitas tanah. Kondisi ini akan mepengaruhi proses-proses dalam fungsi hidrologi, yaitu : menurun dan /atau hilangnya daya intersepsi dan infiltrasi sehingga meningkatkan run off yang mengakibatkan terjadinya  banjir, erosi serta penurunan kualitas dan simpanan air tanah. Selain itu akan mengakibatkan menurunnya evapotranspirasi yang berdampak pada menurunnya curah hujan sehinga terjadi penurunan sediaan air tanah.
Hutan menopang sebagian besar keanekaragaman hayati dunia dan menyediakan berbagai jasa lingkungan yang sangat fundamental bagi kesejahteraan semua kehidupan di bumi ini.Hutan membantu menstabilkan tanah, mencegah erosi dan memelihara pasokan air bersih. Hutan juga berperan mengurangi gas rumah kaca yang menjadi pemicu perubahan iklim global dengan cara menangkap karbon di atmosfer.
Perubahan tata guna lahan akibat deforestasi merupakan sumber emisi karbon yang memberikan sumbangan nyata bagi pemanasanglobal serta melepaskan karbon dioksida ke atmosfir dalam jumlah yang lebih besar dari seluruh sektor transportasi. Emisi yang berasal dari deforestasi di Brazil dan Indonesia saja, bernilai sama dengan jumlah keseluruhan emisi yang tertuang dalam komitmen pengurangan karbon untuk negara Annex 1 selama periode pertama dalam Protokol Kyoto. Mencari solusi untuk memelihara dan mempertahankan sumber penyimpan karbon di daratan serta mengurangi emisi karbon dari perubahan tata guna lahan merupakan elemen kunci dari negosiasi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Masalah lingkungan sebenarnya memiliki solusi yang berasal dari lingkungan juga. Problem gas rumah kaca dan krisis energi misalnya, bisa dijawab dengan biomassa yang asalmulanya dari alam.
Gas rumah kaca yang disebabkan oleh bahan bakar fosil, seperti karbon dioksida ketika dilepaskan di atmosfir, keberadaannya akan menghalangi panas yang akan meninggalkan bumi sehingga akan meningkatkan temperature bumi. Bila hal ini terjadi maka maka akan terjadi perubahan iklim yang akan mempengaruhi kualitas kehidupan di lingkungan kita. Selain disebabkan oleh CO2, gas berikut juga memiliki kontribusi dalam pemanasan global, methane (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Pembakaran biomassa sebenarnya menghasilkan CO2 tetapi karbon dioksida yang di hasilkan akan distabilisasi dengan serap kembali oleh tumbuhan, sehingga tidak ada penimbuan karbon dioksida dalam atmosfer dan keberadaannya terus seimbang.
Kita harus memastikan bahwa skema upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) merupakan hal yang utama dalam pengaturan iklim di masa datang. Di saat yang bersamaan, upaya untuk memperluas wilayah penyimpan karbon hutan melalui pengelolaan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan harus semakin diperkuat
Pembangunan Kehutanan dan Pengelolaan hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional dan Pembangunan daerah sehingga rencana pengelolaan hutan yang dilakukan mengacu pada Rencana Kehutanan Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota, yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, terarah, terpadu dan berkelanjutan dengan sasaran terciptanya kondisi dan fungsi sumber daya hutan yang optimal dan lestari. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan dan pengelolaan yang sebaik-baiknya, tepat dengan meletakkan dasar-dasar pembangunan sebagai acuan serta mengarahkan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan dikarenakan tantangan masa depan yang semakin berat.
Potensi kawasan hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat seluas 1.046.959,00 Ha. (52,73% Dari Luas Wilayah Daratan NTB). SK. Menhut 598/Menhut-II/2009 Tgl. 2 Oktober 2009 yang tersebar di 9 kabupaten/Kota. Kawasan hutan tesebut telah dibagi menurut fungsinya meliputi Hutan Lindung seluas 430.485,00 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 286.700,00 Ha, Hutan Produksi tetap seluas 150.609,00 Ha, dan Kawasan Hutan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 179.165,00 Ha, yang dapat dikelola untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya, serta tidak mengubah fungsi pokoknya tersebut diatas, sehingga diperlukan suatu bentuk rencana pengelolaan hutan yang mantap, efisien dan efektif.  Untuk dapat mewujudkan pengelolaan hutan yang optimal diperlukan keseimbangan pengelolaan hutan agar ketiga fungsi (Lindung, Produksi dan Konservasi) dapat berjalan secara simultan.  Ketiga fungsi tersebut, mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi melalui produksi hasil hutan yaitu kayu dan bukan kayu serta perlindungan wilayah melalui konservasi tanah dan air serta pelestarian sumberdaya hutan untuk kepentingan jangka panjang dan generasi mendatang. 
Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah
(biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT). Untuk itu pengukuran banyaknya C yang ditimbun dalam setiap lahan perlu dilakukan. Buku petunjuk ini disusun secara sederhana, menjelaskan langkah demi langkah cara pengukuran C tersimpan di lapangan menurut metoda standard yang digunakan oleh ASB (Alternatives to Slash and Burn), sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran pada sistem penggunaan lahan lainnya dari tempat dan waktu pengukuran yang berbeda

DAS adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang melaluinya. Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan serta sumber air lainnya. Penyimpanan dan pengaliran air dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam disekelilingnya sesuai dengan keseimbangan daerah tersebut. Proses tersebut dikenal dengan siklus hidrologi
Persoalan seperti erosi, sedimentasi longsor dan banjir pada DAS intensitasnya semakin meningkat. Persoalan-persoalan tersebut merupakan bentuk respon negatif dari komponen-komponen DAS terhadap kondisi curah hujan.  Kuat atau lemahnya respon sangat dipengaruhi oleh karakteristik DAS baik secara fisik, maupun sosial ekonomi serta budaya masyarakatnya.
Hutan sebagai salah satu penentu ekosistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung mengalami degradasi, baik kualitas maupun luasannya.  Proses degradasi sumberdaya hutan dalam waktu 20 tahun ini telah menimbulkan dampak yang cukup luas, yang menyentuh aspek lingkungan, ekonomi, kelembagaan, dan juga sosial-politik. Kerusakan telah terjadi di semua kawasan hutan sebagai akibat dari lemahnya penegakan hukum, pembukaan hutan untuk keperluan pembangunan lain (pertambangan, dan industri), perambahan, kebakaran hutan, lemahnya kesadaran dan perhatian terhadap kelestarian ekosistem DAS, serta kurangnya upaya reboisasi yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab oleh pemerintah dan pengguna hutan lainnya.
Indonesia memiliki jutaan hektar lahan kritis dan daerah aliran sungai (DAS) yang terdegradasi, sehingga perlu diadakan upaya perbaikan. Salah satu cara untuk memperbaiki DAS terdegradasi adalah melalui kampanye penanaman pohon. Selain itu diperlukan juga upaya untuk memperbaiki kebijakan yang berkaitan dengan tata guna dan pengelolaan lahan kritis dan DAS.

Hilangnya hutan dianggap sebagai satu-satunya penyebab hilangnya fungsi hidrologi DAS dan masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan seringkali dianggap sebagai penyebab rusaknya lingkungan. Padahal jika kita amati lebih seksama, banyak daerah di Indonesia yang memiliki keindahan alam yang luar biasa namun tetap memiliki fungsi DAS yang baik meskipun tidak lagi mempunyai hutan alam yang luas. Terpeliharanya kondisi DAS terjadi karena aliran sungai dikelola dengan baik.
Fungsi DAS dapat ditinjau dari dua sisi yaitu sisi ketersediaan (supply) yang mencakup kuantitas aliran sungai (debit), waktu, kualitas aliran sungai, dan sisi permintaan yang mencakup tersedianya air bersih 


B. Maksud dan Tujuan
Kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk  mengetahui seberapa besar kandungan karbon yang tersimpan di hutan Sesaot, keadaan hidrologi didaerah tersebut (sungai Jangkok) dan juga untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hutan terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya, terutama  dari segi ekonomisnya.


C. Hasil yang Diharapkan
Setelah kegiatan ini selesai diharapkan peserta mampu secara mandiri baik perseorangan maupun instansi, badan atau kelompok mampu melakukan pengukuran sendiri sampai dengan hasil akhir pengolahan data, sehingga dapat diketahui seberapa besar kandungan karbon yang terdapat di tempat tersebut.
Diharapkan setelah mengetahui jumlah karbon yang tersimpan maka kelompok tersebut mampu mengendalikan pengrusakan yang mungkin terjadi ataupun memperbaiki pengrusakan yang mungkin telah terjadi.
Melalui pembelajaran tentang DAS ini diharapkan kita mampu menerapkan upaya-upaya untuk mempertahankan DAS, karena pepohonan mampu menjaga kestabilan lereng perbukitan dan menahan hilangnya tanah akibat erosi dan aliran air. Juga mampu menularkan informasi ini kepada orang disekitar kita  


II.  METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN

A.           Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan pelatihan dan penelitian jumlah karbon dan pengukuran hidrologi ini dilaksanakan di hotel Lombok Raya dengan pelaksanaan praktek lapangan dilaksanakan di hutan Sesaot, Desa Sesaot, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Kegiatan pelatihan dan penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 5 sampai dengan 15 Februari 2010.

B.           Alat yang Digunakan
a. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur kandungan biomassa ini  antara -lain :
1.   Pita ukur (meteran) berukuran panjang 50 m
2.  Tali rafia berukuran panjang 100 m dan 20 m atau  20 m dan 5 m                  tergantung  ukuran plot yang akan dibuat
3  Tongkat kayu/bambu sepanjang 1.3 m untuk memberi tanda pada   pohon yang akan diukur diameternya (lazim disebut diameter setinggi dada)
4  Pita ukur (meteran) berukuran minimal 5 m untuk  mengukur lilit batang  atau jangka sorong untuk mengukur diameter pohon ukuran kecil.
 5.  Parang atau gunting tanaman
 6  Spidol warna biru, merah atau hitam
                   7. Alat pengukur tinggi pohon (Hagameter, Clinometer atau alat    pengukuran lainnya)
 8.  Blangko pengamatan
 9. Plastik, atau kresek untuk menyimpan seresah yang akan dijadikan  sampel

b. Adapun dalam pengukuran hidrologi alat yang digunakan adalah:
1.    Pita ukur (meteran)
2.    Tali rafia, yang akan dibentangkan di badan sungai
3.    Tali pengikat, bisa berupa tali rafia atau karet pengikat biasa, sebagai penanda/ batas
4.    Selang kecil minimal seukuran dengan badan sungai, untuk mengukur keseimbangan antara dua sisi badan sungai.
5.    Blangko pengamatan
6.    Alat pengukur waktu (bisa memakai stop watch, hp atau jam tangan.
7.    Plastik(bisa dari bungkus gula kiloan) sebagai tempat sampel air sungai yang diambil.
8.    Spidol
9.    Tongkat kayu yang diujungnya dibuatkan alat untuk penampung air sungai
10          Alat pengapung (bola tennis)
11           Penggaris

C.  Cara Kerja
      a. Ada 3 tahap pengukuran dalam pengukuran biomassa di lapangan yaitu:

1. Mengukur biomasa semua tanaman dan nekromasa yang ada pada suatu   lahan
2. Mengukur konsentrasi C tanaman di laboratorium
       3. Menghitung kandungan C yang disimpan pada suatu lahan

       Sedangkan pelaksanaan kegiatan di lapangan dilakukan dengan cara :
1.     Menentukan terlebih dahulu jenis penggunaan lahan yang akan   diukur, mulai dari yang tertutup rapat (hutan alami), sedang (kebun campuran atau agroforestri) hingga terbuka (lahan pertanian semusim).
2.     Membuat plot contoh pengukuran (transek pengukuran), ukuran 100x20m untuk plot besar dan 20x5 m untuk plot kecil.
Mengukur biomasa pohon dengan pengukuran diameter pohon. Catat nama setiap pohon, dan ukurlah diameter batang setinggi dada (dbh = diameter at breast height = 1.3 m dari permukaan tanah .Lakukan pengukuran dbh hanya pada pohon berdiameter 5 cm hingga 30 cm. Pohon dengan dbh, pohon dengan diameter <5 cm diklasifikasikan sebagai tumbuhan bawah.
lingkar/lilit batang (keliling batang = 2 r) BUKAN diameter. Bila diameter pohon berukuran antara 5- 20 cm, gunakan jangka sorong (calliper) untuk mengukur dbh, data yang diperoleh adalah diameter pohon
3.    Untuk pengambilan plot sampel diambil secara acak, tetapi usakan plot yang diambil dapat mewakili kondisi hutan (hutan lindung, h produksi, hutan kemasyarakatan dll)  

4.    Khusus untuk pohon-pohon yang batangnya rendah dan bercabang banyak, misalnya pohon kopi yang dipangkas secara regular, maka ukurlah semua diameter semua cabang. Bila pada SUB PLOT terdapat tanaman tidak berkeping dua (dycotile) seperti bambu dan pisang, maka ukurlah diameter dan tinggi masing-masing individu dalam setiap rumpun tanaman. Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya.
5.    Bila terdapat tunggul bekas tebangan yang masih hidup dengan tinggi > 50 cm dan diameter > 5 cm, maka ukurlah diameter batang dan tingginya
6.    Mengukur biomasa tumbuhan bawah  dengan menggunakan alat dengan bentuk persegi dengan ukuran 0,5 x 0,5m.  Seresah, tumbuhan bawah maupun ranting yang masuk ke dalam plot tersebut kemudian diambil (masing-masing masukkan ke dalam kantong plastik kemudian beri  label untuk memudahkan pengenalan di laboratorium.
7.    Untuk mencari jumlah karbon yang tersimpan di dalam tanah, maka kita mengambil sampel tanah  dengan menggunakan alat yang terbuat dari plat besi berukuran 40x40x20.Setiap satu plot diambil tiga  sampel yang mewakili setiap lapisan, lapisan pertama 0-10 cm, lapisan kedua 10-20 cm, lapisan ketiga 20-30 cm.
8.    Di lapangan kadang-kadang dijumpai beberapa penyimpangan kondisi percabangan pohon atau permukaan batang pohon yang bergelombang atau adanya banir pohon, maka cara penentuan dbh dapat dilakukan dengan mengukur 30 cm diatas percabangan atau banir
9.    Bila terdapat tunggul bekas tebangan yang masih hidup dengan  tinggi > 50 cm dan diameter > 5 cm, maka ukurlah diameter batang dan tingginya.

Untuk menetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon yakni  dengan jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur panjang, diameter dan timbang berat basahnya. Masukkan dalam oven, pada suhu 100oC selama 48 jam dan timbang berat keringnya. Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
  R = jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm)
T = panjang kayu (cm)

 Volume (cm3) = π r²21
 BJ (g cm-3) =  berat kering (g)
                              Volume (cm3
 

RUMUS ALOMETRI UNTUK JENIS TERTENTU

Pohon
Persamaan
Sumber
KOPI 
Y = 0.2811 X2.0635
Arifin, 2001
PISANG
Y= 0.0303 X2.1345
Arifin, 2001
BAMBU
Y = 0.1312 X2.2784
Priyadarsini,1998
SENGON
Y =0.0272 X2.831
Sugiarto, 2001
KAKAO
Y=0.1208 X1.98
Yuliasmara, 2008


    b.  Untuk pengukuran hidrologi di lapangan digunakan beberapa cara yakni :
1.   Memilih lokasi yang representatif (dapat mewakili) untuk pengukuran
debit
2.  Mengukur lebar sungai (penampang horisontal) , bagi lebar sungai  menjadi 10-20 bagian dengan interval jarak yang sama. Jarak setiap bagian dicatat.
3.     Mengukur kedalaman air disetiap interval dengan mempergunakan tongkat. Setiap kedalaman bagian diukur dan dicatat di dalam blangko.
Pemilihan lokasi merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan, karena kesesuaian lokasi akan berpengaruh terhadap akurasi hasil pengukuran. Kriteria lokasi yang ideal untuk kegiatan pengukuran yakni :
-          Tidak ada pusaran air
-          Profil sungai rata tanpa ada penghalang aliran air
-          Arus sungai terpusat dan tidak melebar saat tinggi muka air naik
-          Untuk sungai yang besar pengukuran dilakukan diatas jembatan yang kuat.

Dengan melakukan pengukuran profil sungai, maka luas penampang sungai dapat diketahui. Luas penampang sungai (A) merupakan penjumlahan seluruh bagian penampang sungai yang diperoleh dari  hasil perkalianantara interval jarak horisontal dengan kedalaman air, dapat ditulis sebagai berikut :

A(m²) = L1D1 + L2D2 + .............LnDn


L = Lebar penampang horisontal(m)
D= Kedalaman
 
D.    Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan Pelatihan Monitoring DAS dan Pengukuran Karbon Tingkat Plot dilaksanakan di Hotel Lombok Raya, jalan Panca Usaha no 11 Mataram NTB, yang dilaksanakan selama 4 (empat) hari   pada tanggal 2 Februari sampai dengan 5 Februari 2010. Sedangkan untuk kegiatan praktikumnya dilaksanakan di Taman Hutan Rakyat Nuraksa, Desa Sesaot, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. 

E.     Materi Pelatihan
Materi pelatihan yang diberikan pada pelatihan ini meliputi :
1.     Jasa Lingkungan
2.    Monitoring Daerah Aliran Sungai
3.    Metode Pengukuran Karbon

Sedangkan untuk materi praktik lapangan meliputi :
1.     Monitoring Daerah Aliran Sungai
2.    Metode Pengukuran Karbon

F.     Sertifikasi
Kepada para peserta Pelatihan Monitoring Daerah Aliran Sungai dan Pengukuran Karbon Tingkat Plot diberikan sertifikat sebagai tanda telah selesai melaksanakan kegiatan pelatihan.

G.    Hasil Penelitian

Disamping kegiatan pelatihan, tim dari Ikraf juga melaksanakan kegiatan penelitian untuk mengetahui jumlah kandungan karbon yang terdapat di Taman Hutan Rakyat Nuraksa, dan saya merupakan salah satu dari tim yang membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.
Dalam kegiatan pelatihan dan penelitian yang kami lakukan kurang lebih 9 hari, kami mengambil sampel sebanyak 20 plot (besar dan kecil), dimana sampel yang diambil tersebut dianggap dapat mewakili contoh –contoh kondisi hutan disana. Sampel tersebut  diambil dari hutan lindung, hutan kemasyarakatan, hutan milik dan  daerah dekat konservasi air.

Untuk mengetahui kandungan  karbon  yang tersimpan di masing-masing kondisi hutan tersebut harus dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode yang sudah dijabarkan diatas (berdasarkan cara kerja), kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam rumus hingga diketahui hasil akhirnya yakni jumlah kandungan karbon dalam satuan ton per ha.
Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah). Untuk itu pengukuran banyaknya C yang ditimbun dalam setiap lahan perlu dilakukan.
Melihat keberagaman pohon dan tumbuhan yang terdapat di hutan lindung Sesaot, dapat dipahami jika kandungan karbon yang tersimpan di lahan tersebut lebih  tinggi dibandingkan di hutan kemasyarakatan dan lahan milik.
Pada umumnya tegakan  yang terdapat di hutan lindung merupakan tegakan tua dengan diameter yang besar dan memiliki tajuk yang tinggi dengan pengertian bahwa tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO ke udara lewat  respirasi dan dekomposisi (pelapukan) seresah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO 2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO oleh tanaman sebanyak mungkin dan  menekan pelepasan (emisi) CO ke udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan dan melindungi lahan dari penebangan liar  sangat penting untuk mengurangi jumlah CO 2 yang berlebihan di udara. Jumlah ‘C tersimpan’ dalam penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai ‘cadangan C’.

III. PENUTUP

Demikian laporan Pelatihan Monitoring Daerah Aliran Sungai dan Pengukuran Karbon Tingkat Plot dibuat, berdasarkan hasil yang diperoleh selama mengikuti pelatihan di hotel Lombok Raya dan kegiatan penelitian yang dilaksanakan di Taman Hutan Rakyat Nuraksa, Sesaot, semoga bermanfaat dan dapat berguna bagi pihak yang membaca. Dan merupakan laporan yang dibuat sebagai pertanggungjawaban penyusun selama mengikuti kegiatan Pelatihan Monitoring Daerah Aliran Sungai dan Pengukuran Karbon Tingkat Plot.