Selamat Datang di Blog Hutanku Hutanmu

Semoga Blog ini bisa memberi sedikit manfaat sebagai wadah informasi dan sharing tentang kehutanan

Selasa, 15 Maret 2011

Pembibitan Tanaman Hutan


TEKNIK PRODUKSI BIBIT TANAMAN HUTAN
DALAM MENDUKUNG PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

Ringkasan
Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) diperlukan ketersediaan bibit yang sesuai dengan yang dibutuhkan dan bermutu.
Mutu bibit sangat dipengaruhi oleh cara pengelolaan dan material yang digunakan untuk memproduksi bibit di persemaian. Bibit tanaman yang digunakan dalam program GERHAN di Sumatera Utara adalah bibit dalam wadah (polybag). Produksi bibit GERHAN yang dilakukan oleh para pemasok (perusahaan) masih relatif sederhana. Dalam memproduksi bibit tanaman hutan perlu menguasai teknik penanganan dan pemrosesan buah dan benih, penyimpanan dan viabilitas, dormansi dan perlakuan pendahuluan, Penaburan dan perkecambahan, penyapihan dan pemeliharaan tanaman selama di persemaian (penyiangan gulma/rumput, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit). Bibit tusam (Pinus merkusii) siap tanam setelah berumur 9 – 10 bulan, suren/ingul (Toona sureni) dan gmelina (Gmelina arborea) setelah berumur 5 – 6 bulan, mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni) setelah berumur 7 – 8 bulan dan pulai (Alstonia scholaris) setelah berumur 9 - 12 bulan.
Kata kunci : Bibit, GERHAN, polybag, persemaian, viabilitas.

PENDAHULUAN
Tingginya tingkat deforestasi hutan yang diperkirakan setiap tahunnya mencapai 2 juta ha akan berakibat terganggunya fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pencegah terjadinya pencemaran air maupun udara, penyimpanan karbon, penghasil kayu dan non kayu. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan upaya penanggulangan dan pemulihan berupa rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan rehabilitasi sebenarnya telah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu dengan berbagai istilah baik itu penghijauan ataupun reboisasi. Dan sejak tahun 2003 Departemen Kehutanan telah mencanangkan pelaksanaan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), dimana pada tahun 2005 telah memasuki tahun ke-3 (tiga) dari rencana 5 (lima) tahun. Namun demikian keberhasilan kegiatan-kegiatan tersebut masih belum memuaskan. Menurut Darwo dkk. (2005), bahwa persen hidup tanaman di Kab. Mandailing Natal pada lahan reboisasi antara 51 – 82% dan penghijauan antara 19 – 89%, tingginya variasi persen hidup tanaman tersebut diantaranya akibat penggunaan bibit yang bermutu rendah. Sedangkan menurut GOI/FAO (1990) tingkat persen tumbuh tanaman pada lahan reboisasi berkisar antara 34 – 43%.
Berdasarkan pengalaman di atas maka ketersediaan bibit yang sesuai dan bermutu merupakan salah satu faktor dalam mendukung keberhasilan program GERHAN. Dan untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam program tersebut khususnya Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2005 yang mentargetkan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 33.050 ha diperkirakan membutuhkan bibit sebanyak 36,1 juta bibit (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2005).
Mutu bibit sangat dipengaruhi oleh cara pengelolaan dan material yang digunakan untuk memproduksi bibit di persemaian. Pada umunya produksi bibit tanaman hutan yang digunakan dalam program GERHAN adalah bibit dalam wadah berupa polybag karena beberapa kelebihan, antara lain mudah dalam pengangkutan, lebih praktis, biaya lebih murah dan daya hidupnya di lapangan cukup tinggi. Hal tersebut di atas akan lebih efesien apabila biaya produksi dan transportasi dapat ditekan tanpa mengurangi mutu bibit, sehingga diharapkan bibit dalam wadah harus ringan dan tidak makan tempat.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa teknik produksi bibit tanaman hutan secara umum dan beberapa alternatif media tanaman yang dapat digunakan dalam produksi bibit. Diharapkan dengan mengetahui teknik produksi bibit dapat memberikan informasi bagi stakeholder (pelaksana pembibitan) dalam memproduksi bibit tanaman hutan yang bermutu yang sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan program GERHAN.

TEKNIK PRODUKSI BEBERAPA BIBIT TANAMAN GERHAN
 Saat ini produksi bibit untuk memasok kebutuhan program GERHAN yang dilakukan oleh para pemasok (perusahaan) masih relatif sederhana yaitu dilakukan dengan pembuatan persemaian-persemaian sementara. Pengusaha bibit dalam mendukung program GERHAN pada umumnya membuat persemaian sementara yaitu persemaian tersebut dibuat tidak menggunakan bangunan yang permanen untuk jangka waktu yang lama, seperti membuat bedeng tabur yang dibuat dari papan, gubuk kerja menggunakan gedek (anyaman dari bambu) dan penyiraman dengan selang. Beberapa keuntungan atau kelebihan persemaian model ini adalah:
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Biaya lebih murah
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Teknologi yang digunakan masih sederhana
Sedangkan kerugian atau kelemahan dari persemaian sementara antara lain:
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Menggunakan media top soil yang ada di sekitar lokasi sehingga memungkinkan media semai kurang baik
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Pekerja terlatih kurang
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Daya angkut ke truk terbatas karena media berat
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Prestasi tenaga tanam di lapangan rendah karena media berat
 A. Tusam (Pinus merkusii)
1. Deskripsi buah dan benih
Buah: Berbentuk kerucut, silindris, panjang 5-10 cm, lebar 2-4 cm. Lebar setelah terbuka lebih dari 10 cm.
    Benih: Bersayap, dihasilkan dari dasar setiap sisik buah. Setiap sisik menghasilkan 2 benih.
    Panjang sayap 22-30 mm, lebar 5-8 mm. Sayap melekat pada benih dengan penjepit yang
    berhubungan dengan jaringan higroskopis di dasar sayap, sehingga benih tetap melekat saat
    disebar angin selama sayap kering, tetapi segera lepas bila kelembaban benih meningkat.
    Umumnya terdapat 35-40 benih per kerucut dan 50.000-60.000 benih per kg.
2. Pembungaan dan pembuahan
Strobili jantan dan betina dapat ditemukan sepanjang tahun. Puncak pembungaan di Indonesia Maret dan berakhir Juni. Penyerbukan oleh angin. Perkembangan menjadi buah selama 11-15 bulan. Di Indonesia puncak pembuahan bulan Mei-Juli, bervariasi menurut pohon maupun antar tegakan. Pohon mulai menghasilkan benih setelah umur 10-15 tahun. Benih disebarkan angin.
3. Pemanenan benih
Waktu pemanenan benih ketika sebagian besar kerucut berubah hijau kecoklatan. Kemasakan diperiksa dengan membelah benih. Benih tua bila endosperm berwarna putih dan padat, serta memenuhi seluruh rongga benih. Benih dikumpulkan dengan memanjat untuk memetik kerucut dengan galah berkait yang dilengkapi pisau.
4. Penanganan dan pemrosesan buah dan benih
Kerucut hijau kecoklatan dipisahkan dari yang hijau, dan langsung dijemur. Kerucut hijau diperam dengan cara dihamparkan hingga berwarna hijau kecoklatan dalam bak yang alasnya terbuat dari ram kawat. Benih diekstraksi dengan penjemuran kerucut. Ekstraksi dengan membelah akan menghasilkan benih yang belum masak dan merusak benih sehingga menurunkan daya kecambah. Benih kemudian dibersihkan dari sayap dengan cara manual, yaitu digosok di atas ayakan atau secara mekanik dengan pengaduk semen yang diputar 10 – 15 menit. Untuk memudahkan pelepasan sayap, benih dibasahi dengan air (5-10%), kemudian digosok, atau masukkan ke dalam mesin lalu diputar 15 menit. Selanjutnya, benih dipisahkan dari sayap, kemudian dikeringkan.
5. Penyimpanan dan viabilitas
Benih termasuk ortodoks, dan dapat disimpan selama 5 tahun pada kadar air 6-8%, suhu 3-4oC dalam wadah kedap udara atau kantung plastik. Benih yang disimpan pada suhu kamar (20-30oC), daya kecambahnya hanya dapat dipertahankan selama 1 tahun.
6. Dormansi dan perlakuan pendahuluan
Tidak mengalami dormansi dan tidak perlu perlakuan khusus untuk memulai perkecambahan. Merendam benih pada air dingin 24 jam sebelum penaburan dapat mempercepat dan menyerempakkan perkecambahan.
7. Penaburan dan perkecambahan
Perkecambahan dimulai 7 hari setelah penaburan. Daya kecambah 80% dapat dicapai dalam 12-15 hari. Benih dapat langsung ditabur pada kantung plastik (1-2 butir per kantung) atau disebar dahulu lalu disapih ke kantung plastik setelah panjang kecambah mencapai 3-4 cm. Media penyapihan bermikorhiza yang terdiri dari campuran pasir dan tanah humus dari tegakan pinus perbandingan 3:1. Bibit siap tanam setelah 9 – 10 bulan.
B. Suren/Ingul (Toona sureni)
1. Deskripsi buah dan benih
Buah: Buah tersusun seperti malai yang panjangnya dapat mencapai 1 m, dimana setiap malai terdiri dari lebih 100 buah. Buah berupa kapsul lonjong. Buah terdiri dari 5 ruang, dimana setiap ruang terdiri 6-9 benih. Buah masak berwarna coklat tua, keras, dan pecah seperti bintang.
Benih: bersayap pada kedua ujungnya. Panjang benih 3-6 mm, dan lebarnya 2-4 mm; berwarna coklat. Setiap kg benih terdiri 64.000 butir.
2. Musim berbunga dan berbuah
Berbunga dan berbuah bulan Desember – Februari atau April – September pada waktu gugur daun. Penyerbukan oleh berbagai serangga. Produksi buah umumnya melimpah.
3. Panen buah
Pengumpulan buah dilakukan jika telah berwarna coklat sebelum merekah. Buah dikumpulkan dengan cara menggoncang atau memangkas cabang. Jika pengumpulannya terlambat, maka banyak benih yang hilang ketika buah merekah. Buah dipanen bulan Maret atau Oktober, ketika akhir musim kemarau.
4. Pengolahan dan penanganan benih
Buah dijemur selama 1-2 hari hingga terbuka. Benih dipisahkan dari sayap dan kotoran lainnya dengan penampian.
5. Penyimpanan dan viabilitas
Benih dapat dipertahankan viabilitasnya selama 2-3 bulan, tetapi dengan penyimpanan dalam ruang sejuk akan memperpanjang periode simpan tersebut. Penelitian di Balai Teknologi Perbenihan (Bogor) menunjukkan bahwa benih yang disimpan di ruang ber-AC (18-20)oC dapat dipertahankan daya kecambahnya sebesar 56% setelah 5 bulan.
6. Penaburan dan perkecambahan
Benih mudah berkecambah dan tidak memerlukan perlakuan pendahuluan. Benih ditabur di bedeng dengan naungan 60%. Perkecambahannya dapat mencapai 80% setelah 4-7 hari. Kecambah tergolong epigeal. Setelah 1 bulan, kecambah dapat disapih ke kantong plastik. Bibit siap tanam setelah berumur 5 – 6 bulan.
C. Gmelina (Gmelina arborea)
1. Deskripsi buah dan benih
Buah: berdaging, panjang 20-35 mm, kulit mengkilat, mesokarp lunak, agak manis.
Biji: keras seperti batu, panjang 16-25 mm, permukaan licin, satu ujung bulat, ujung lain runcing. Terdiri dari 4 ruang, jarang dijumpai 5 ruang. Sedikitnya satu ruang berisi benih, jarang dalam satu buah terdiri dari dua biji batu. Ukuran benih meningkat menurut ukuran biji, yaitu panjang 6-9 mm. Berat 1.000 butir biji batu sekitar 400 gr.
2. Pembungaan dan pembuahan
Berbunga dan berbuah setiap tahun. Di sebaran alami beriklim musim, mulai berbunga pada musim kemarau ketika pohon menggugurkan daun. Di luar sebaran alami beriklim musim, periode pembungaan dan pembuahan tidak jelas, bunga dan buah terlihat kira-kira sepanjang tahun. Buah masak terjadi 1,5 bulan setelah pembungaan.
3.      <!--[endif]-->Panen buah
Buah umumnya dikumpulkan di lantai hutan. Buah masak yang jatuh mungkin masih hijau, kemudian berubah kuning setelah satu minggu. Sekitar dua minggu, buah menjadi coklat dan setelah tiga minggu menjadi hitam. Pengumpulan lebih baik dilakukan ketika masih hijau atau kuning. Daya kecambah benih dari buah coklat atau hitam sangat rendah. Karena tidak semua buah jatuh dan masak pada saat yang sama, maka buah dikumpulkan dua kali dalam seminggu selama beberapa bulan pengumpulan. Sebelum pengumpulan buah, semak dan gulma di lantai hutan dibersihkan. Produksi buah dipengaruhi umur tegakan, kondisi ekologis dan tegakan. Produksi benih (biji batu) berkisar 30-170 kg/ha/tahun.
4. Penanganan dan pemrosesan benih
Pengangkutan buah ke tempat pemrosesan hendaknya dalam keranjang terbuka atau jaring, jangan dimasukkan karung plastik. Untuk mencegah fermentasi, buah segera diangkut ke tempat pembersihan dalam 24 jam, terutama buah yang telah kuning atau coklat. Hati-hati kerusakan daging buah karena fermentasi dimulai dari buah yang rusak. Di tempat pemrosesan, buah hendaknya disortasi dalam kelompok yang segera diproses (kuning dan coklat) dan kelompok yang memerlukan pemasakan pasca panen (hijau kekuningan). Pemasakan demikian dilakukan di bawah naungan dengan menebar buah setebal 10-15 cm hingga berubah kuning. Sortasi ini berlangsung 1 minggu. Pengupasan daging buah dalam jumlah kecil dikerjakan secara manual dengan meggosok buah hingga terlepas daging buahnya kemudian dicuci dengan air. Dalam jumlah besar, menggunakan mesin pengupas kopi. Perendaman buah 24 jam sebelum pengupasan akan memudahkan pelepasan daging buah. Setelah pengupasan, buah ditebar di ayakan kawat kemudian disiram air untuk membersihkan lendir dan daging buah. Sisa daging buah biasanya masih menempel biji setelah pengupasan, sehingga pembersihan lanjutan yaitu secara manual dengan menggosok biji dengan pasir bercampur air atau secara mekanis (juga dengan pasir) menggunakan pengaduk semen. Tahap akhir, biji dicuci dan dijemur (2-3 hari).
5. Penyimpanan
Benih kering kadar 5-8% yang disimpan dalam suhu 4-5°C dapat bertahan beberapa tahun tanpa ada penurunan daya kecambah. Karena penjemuran sulit menurunkan kadar air di bawah 10%, maka benih hendaknya di oven (35-50°C) untuk penyimpanan jangka panjang. Jika benih akan ditabur dalam periode satu tahun setelah proses penjemuran, maka penyimpanan dalam wadah kedap udara sudah memadai. Untuk menghindari tikus sebaiknya disimpan dalam wadah logam.
6. Dormansi dan perlakuan pendahuluan
Benih tidak mengalami dormansi dan tidak memerlukan perlakuan pendahuluan. Sebelum ditabur sebaiknya benih direndam dalam air dingin selama 24 - 48 jam.
7. Penaburan dan perkecambahan
Benih ditabur pada bedeng tanah atau pasir yang ditutup lapisan tipis tanah atau pasir. Kecambah gmelina termasuk epigeal (kotiledon terangkat dari permukaan tanah). Tergantung kondisi awal benih berkecambah, kulit keras akan tertinggal atau terangkat dan benih sisanya masih mungkin berkecambah. Benih umumnya cepat berkecambah dalam jumlah banyak. Perkecambahan sering lebih 100%, karena dari satu biji tumbuh lebih satu kecambah. Suhu optimal perkecambahan 30 - 31°C. Suhu rendah menurunkan perkecambahan. Bedeng kecambah diletakkan di bawah matahari, naungan sebagian atau penuh menurunkan daya kecambah. Kecambah selanjutnya disapih di kantong plastik. Bibit siap tanam setelah berumur 5 - 6 bulan.

D. Pulai (Alstonia scholaris)
1. Deskripsi buah dan benih
Buah: Kering merekah, bumbung bercuping dua, sedikit berkayu, panjang 15-32 cm, berisi banyak benih.
Benih: panjang 4-5 mm, coklat, pipih memanjang, dua ikat benang pada ujungnya dengan panjang 7-13 mm. Benih dapat disebar angin. Jumlah benih 37.000-87.000 butir/kg.
2.      Pembungaan dan pembuahan<!--[endif]-->
Termasuk jenis selalu hijau/tidak gugur daun. Di Australia berbunga pada Oktober-Desember. Di Sri Lanka, berbunga dua periode setiap tahun yaitu April-Juni dan Oktober-Nopember. Musim panen di Sri Lanka Pebruari. Di Laos berbunga pada akhir musim hujan dan benihnya dikumpulkan Pebruari-Maret. Di Vietnam, berbunga Agustus-September,dan berbuah Januari-Pebruari.
3. Panen buah
Buah dipetik langsung dari pohon atau dikumpulkan dari lantai hutan setelah dahannya digoyang. Benih masak apabila buah telah berubah menjadi coklat, tetapi pengumpulan harus dilakukan sebelum buah merekah dan benihnya tersebar. Pengumpulan harus tepat waktu, periode buah masak hingga merekah hanya 2 minggu.
4.      Pengolahan, penanganan buah dan benih.<!--[endif]-->
Setelah dipanen buah dijemursampai terbuka dan benihnya terlepasbiasanya sekitar satu minggu. Bila buah dipanen sebelum masak, perlu dilakukan pemeraman. Benih sangat kecil dan mudah tertiup angin selama pengeringan. Resiko ini dapat dikurangi dengan cara menutupkan jaring plastik selama penjemuran. Di beberapa tempat bulu benih dihilangkan, tetapi belum diketahui pengaruhnya terhadap penyimpanan dan viabilitas benih.
5. Penyimpanan dan viabilitas
Fisiologi penyimpanan belum diketahui, tetapi benih ukuran kecil ini kenyataanya dapat dikeringkan, yang menunjukkan benih ortodoks. Benih segar berdaya kecambah tinggi, mendekati 100%, tetapi cepat kehilangan viabilitasnya. Benih yang disimpan selama 2 bulan dalam wadah kedap udara, dilaporkan dapat berkecambah 90%. Tidak diketahui apakah benih ini bisa bertahan pada suhu rendah.
6.      <!--[endif]-->Dormansi dan perlakuan pendahuluan
Benih segar tidak mengalami dormansi sehingga tidak perlu perlakuan pendahuluan. Kemungkinan adanya dormasi sekunder perlu penyelidikan lebih lanjut.
7.      <!--[endif]-->Penaburan dan perkecambahan
Tidak ada persyaratan khusus untuk penaburan, kecuali memerlukan sinar matahari penuh.Dengan sedikit ditutup setelah penaburan, penyinaran dan penyiraman yang teratur, benih mulai berkecambah setelah 12 hari dan berlanjut sampai 3 bulan. Bibit siap tanam berukuran 30 cm setelah berumur 9-12 bulan. Stum yang berdiameter leher akarnya 6 mm juga dapat ditanam. Sambungan juga dapat dilakukan untuk jenis ini.
E. Mahoni Daun Kecil (Swietenia mahagoni)
1. Deskripsi buah dan benih
Buah: keras, panjang 5-10 cm, diameter 3-6 cm panjang, umumnya 5 ruang, kapsul kering merekah. Kulit buah tebal, mengayu dan kasar permukaannya ketika masak. Kulit luar tebalnya 4-5 cm kulit dalam tipis.
Buah merekah mulai dari pangkalnya apabila sudah kering. Bagian tengah buah tebal, berkayu, terdapat 5 kolom lancip memanjang hingga ujungnya, dimana pada bagian ini sayap dan benih saling menempel, meninggalkan bekas ketika benih lepas. Setiap buah terdiri 35 45 butir.
Benih: Berwarna coklat, bersayap yang panjangnya 4-5 cm. Kotiledon berada pada duapertiga panjang sisi benih. Benih dapat menyebar dengan angin. Terdapat 3,350-3,500 benih/kg.
2. Pembungaan dan pembuahan
Bunga berkelamin satu dan pohon berumah satu. Penyerbukan dengan serangga. Hibridisasi sering terjadi terutama dengan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla) apabila keduanya tumbuh berdekatan. Hanya satu bunga dalam rangkaian bunga yang dapat tumbuh menjadi buah, bunga lainnya gugur, meskipun pembuahan telah terjadi. Perkembangan bunga menjadi buah selama 8-10 bulan. Berbunga dan berbuah setiap tahun. Dengan lamanya perkembangan bunga menjadi buah , kita dapat melakukan perkiraan panen beberapa bulan sebelumnya.
Waktu berbunga bervariasi tergantung iklim dan letak geografis, pembungaan sering terjadi sesaat sebelum musim hujan. S. mahagoni di Kep. Karibia berbunga antara April dan Juli dan buah matang 8-10 bulan berikutnya, antara Januari dan Maret. Mahoni dapat berbuah teratur setelah berumur 10 sampai 15 tahun.
3. Panen buah
Buah dapat dipetik dari pohon sebelum merekah atau benihnya dipungut sesaat setelah jatuh. Produksi benih bervariasi menurut tapak dan umur. Faktor penting dalam produksi benih adalah efisiensi penyerbukan yang tidak menentu, terutama diluar arel sebaran alaminya.
4. Pemrosesan, penanganan buah dan benih
Buah kering yang sudah masak dan benih yang dikumpulkan dari lantai hutan dapat disimpan beberapa hari dalam karung tanpa menyebabkan kerusakan. Tetapi untuk mengurangi berat lebih baik diproses di lapangan. Buah akan merekah setelah dijemur 1 4 hari, tergantung tingkat kemasakan, setelah itu benih dapat dipisahkan dengan menggoyang atau menggaruk buah. Bagian buah lainnya dapat dipisahkan dengan tangan. Selanjutnya sayap dipotong bila diperlukan.
Kadar air benih segar umumnya 10 12%. Setelah ekstraksi benih dikeringkan sampai kadar airnya kira-kira 6 7 % untuk penyimpanan jangka pendek, atau diturunkan sampai 4% untuk penyimpanan jangka panjang di dalam ruang dingin.
5. Penyimpanan dan viabilitas
Persen kecambah benih segar 60 90 %. Aman disimpan pada suhu kamar sampai 1 2 bulan. Penyimpanan pada suhu 15°C dapat mempertahankan viabilitas 3 6 bulan. Benih berkadar air 4 5% yang disimpan dalam ruang dingin (2 5°C) dapat bertahan sampai 1 tahun atau lebih.
6.      <!--[endif]-->Perlakuan pendahuluan
Perlakuan pendahuluan tidak diperlukan, tetapi benih yang disimpan dengan kadar air rendah dapat dipacu dengan perendaman air dingin selama 12 jam.
7. Penaburan dan perkecambahan
Benih ditabur pada bedengan dengan bermedia pasir halus pada kedalaman 3-7 cm atau langsung ditanam pada kantong plastik. Perkecambahan di tempat teduh dan lembab. Benih akan berkecambah setelah 10 21 hari. Perkecambahan bersifat hypogeal. Bibit diberi naungan sampai dimulai penanaman, Bibit dapat ditanam di lapangan setelah tingginya 50 100 cm dan setelah berumur 7 – 8 bulan.

 
Tahapan dalam produksi bibit dengan persemaian secara umum adalah sebagai berikut:

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Pembuatan prasarana
<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Bedeng tabur
Bedeng tabur dibuat berupa bangunan (naungan) yang didalamnya tersusun rak-rak untuk menempatkan bak tabur atau dapat pula dibuat bak dari papan yaitu bagian dari setiap sisi bak ditutup dengan papan dengan ukuran 1 m x 3 m atau disesuaikan besarnya naungan. Naungan yang dipersiapkan, tiangnya terbuat dari bahan kayu dengan atap dari daun lontar, besar naungan disesuaikan dengan rencana produksi bibit. Naungan dibuat dengan miring ke barat, dengan tujuan agar sinar matahari di pagi hari dapat masuk ke dalam bedeng tabur.
<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Pengecambahan
Pengecambahan yang dilakukan adalah dengan menggunakan bak tabur plastik dengan ukuran 29 cm x 40 cm, pada bak tabur ini bagian bawahnya dibuat lubang dengan diameter 0.5 cm guna mengalirkan air sisa siraman. Media yang digunakan adalah pasir yang diayak dengan diameter lubang ayakan 0,5 cm. Untuk mensterilkan media dilakukan penggorengan media selama kurang lebih 5 jam atau diberi fungisida sesuai dengan dosis pada petunjuk/ keterangan. Media yang telah dingin dimasukkan dalam bak tabur dengan ketebalan kurang lebih 7 cm dan disiram sampai jenuh. Bak tabur yang telah terisi media ditata dalam rak-rak pengecambahan dan ternaungi.
<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Bedeng sapih
Bedeng sapih disiapkan pada areal terbuka dan datar serta terhindar dari ternak, dibuat membujur arah Utara Selatan dengan ukuran yang sama. Agar polybag rapi dan tidak roboh disetiap tepi bedeng dibuat pembatas setinggi kurang lebih 7 cm dengan kayu.
d. Irigasi
Air merupakan komponen terpenting dalam proses pembibitan yang ketersediaannya dibutuhkan terus menerus, maka persemaian sebaiknya dibangun dekat sumber air (sungai) yang airnya mengalir sepanjang tahun. Penyiraman yang digunakan pada umumnya dengan menggunaan mesin diesel untuk mengisap air dan didistribusikan melalui slang sedangkan teknis penyiraman yaitu menggunkan tenaga manusia. Penyiraman semai dilakukan 3 kali dalam sehari disaat tidak ada hujan. Untuk menghindari penggenangan disekitar bebengan dibuat parit-parit untuk mengalirkan limpasan air siraman.
<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Media tumbuh dan pengisian polybag
Media yang digunakan dalam persemaian sementara adalah lapisan tanah (top soil), yang diambil disekitar persemaian. Untuk menghilangkan kerikil dan bahan lain yang tidak diperlukan, dilakukan pengayakan dengan ayakaan berdiameter 0,5 cm. Polybag yang digunakan dalam persemaian sementara adalah polybag bervolume 200 ml. Pengisian polybag secara borongan dengan menggunakan tenaga kerja di sekitar lokasi persemaian (Riantoko dan Hardjono, 1996).
a. Macam-macam media tumbuh
Medium pertumbuhan bibit yang secara tradisional dan sampai sekarang masih digunakan oleh sebagian pengelola persemaian sementara adalah top-soil. Namun penggunaan top soil secara besar-besaran akan berakibat negatif karena kesuburan lahan yang diambil top soil-nya akan menurun. Kekurangan lain dari penggunaan top soil adalah berat persatuan bibit tinggi sehingga biaya transportasi bibit mahal, sifat fisik medium umumnya tidak sebaik bahan organik dan kadang-kadang material ini mengandung bibit hama atau penyakit yang dapat merugikan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat bibit Pinus alata dengan medium gambut murni hanya 39 % dibandingkan dengan bibit dengan medium top soil + pasir, sedangkan bibit yang sama dengan medium campuran gambut + sabut kelapa atau campuran gambut + serbuk gergaji bobotnya masing-masing hanya 29% dan 10 % dari bibit pada medium mineral (Hendromono, 1998a).
Setiap jenis medium mempunyai sifat fisik, kimia dan biologi yang berbeda dengan lainnya. Untuk pembibitan tanaman, sifat fisik medium lebih penting daripada sifat kimianya, karena kekurangan unsur hara tanaman lebih mudah diberikan daripada memperbaiki aerasi medium yang telah ada bibitnya. Pengelola persemaian modern umumnya lebih suka menggunakan medium organik daripada top soil karena tidak perlu dilakukan sterilisasi medium, aerasi medium lebih baik, lebih ringan dan mudah ditangani. Kelemahan medium organik, sering kandungan unsur haranya rendah, gejala kekurangan unsur hara terlihat cepat dan lebih sulit serta mahal untuk memperolehnya dibandingkan dengan top soil. Medium organik yang baik mempunyai ciri-ciri : aerasi baik tetapi kemampuan menyimpan air tinggi, rigam, mempunayi kapasitas pertukaran kation tinggi, dapat menahan akar bibit sehingga bibit tidak mudah goyah. Pemilihan jenis medium organik perlu juga mempertimbangkan kemudahn memperolehnya dan murahnya biaya pengangkutan, selain sifat fisik dan kimia medium tersebut. Ada beberapa macam bahan organik untuk medium pertumbuhan bibit, diantaranya sabut kelapa, sabut kelapa sawit, sekam padi, serbuk gergaji dan gambut (Hendromono, 2003). Medium yang baik adalah apabila telah menjadi kompos atau bahan organik tersebut telah lama dibiarkan di tempat terbuka sehingga telah terdekomposisi.
Porositas medium yang optimal dapat menunjang perkembangan akar bibit menjadi banyak akar cabang dan akar rambutnya. Puustjarvi dalam Valli (1994) menyatakan bahwa medium yang baik untuk pertumbuhan bibit mempunyai ruang pori antar medium sebagai berikut:
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Ruang yang berisi pori (porositas total) 90% atau lebih. Ukuran pori 30 – 300 mikron
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Setengah dari ruang pori (untuk air) berdiameter kurang dari 60 mikron, sisanya (untuk ruang udara) berdiameter lebih dari 60 mikron.
Beberapa contoh jenis bahan organik dan campurannya untuk berbagai jenis bibit pohon hutan disajikan pada Tabel 1:

Tabel 2. Jenis bahan organik dan campurannya untuk berbagai jenis bibit tanaman hutan
No.
Jenis Tanaman / Cara Pembibitan
Jenis Medium
Sumber Pustaka
1
Acacia mangium
(generatif)
Top soil ultisol + sabut kelapa = 1 : 1 top soil + kompos serbuk gergaji = 1 : 1; gambut + sabut kelapa = 1 : 1 (v/v)
Hendromono, 1988
Hendromono, Masano dan Alrasjid, 1995
2
<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Auriculiformis
(generatif)
Gambut + sabut kelapa = 1 : 1 (v/v)
Hendromono, Masano dan Alrasjid, 1995
3
Eucalyptus deglupta
(generatif)
Top soil ultisol + sabut kelapa = 1 : 1 top soil ultisol + kompos serbuk gergaji = 1 : 1; gambut + sabut kelapa = 1 : 1 (v/v)
Hendromono, 1988a dan 1994
4
Gmelina arborea
(generatif)
Gambut + sabut kelapa = 1 : 1 (v/v)
Hendromono, Masano dan Alrasjid, 1995
5
Gonystylus bancanus
(vegetatif / stek)
Gambut + sekam padi = 7 : 3 (v/v)
Hendromono, 1998b
6
Khaya anthotheca
(geneatif)
Kompos sabut kelapa sawit + sekam padi = 1 : 1 (v / v)
Kompos sabut kelapa sawit murni
Hendromono dan Durahim (inpress)
7
Pinus merkusii
(generatif)
Top soil latosol + sabut kelapa = 1 : 1 (v/v)
Hendromono, Djapilus dan Suhaendi, 1986
8
Pterygota alata
(generatif)
Gambut murni
Gambut + sabut kelapa = 1 : 1 (v/v)
Hendromono, 1998a


9
Shorea leprosula
(vegetatif/stek)
Gambut + verlit + vermikulit = 1 : 1 : 1 ( v / v)
Hendromono, Sakai, Yamamoto, Prameswari, dan Masano, 1996
10
Shorea javanica
(vegetatif / stek)
Gambut + verlit + vermikulit = 1 : 1 : 1 ( v / v)
Hendromono, 1996
11
Shorea selanica
(generatif ; vegetatif/stek)
Top soil latosol + kompos serbuk gergaji = 3 : 2
Gambut + perlit + vermikulit = 1:1:1 (v/v)

Heriyanto dan Masano, 1997
Hendromono, Sakai, Yamamoto, Prameswari, dan Masano, 1996
12
Swietenia macrophylla
(generatif)
Top soil + sabut kelapa sawit + sekam padi = 1:1:1 (v/v)
Sabut kelapa sawit + sekam padi = 1 : 1 (v/v)
Durahim dan Hendromono, 2001
Sumber : Hendromono (2003)
Kelemahan dari persemaian yang menggunakan media dari top soil serta polybag sebagai tempat media, adalah:
1). Media semai dalam polybag yang ditata membentuk bedengan bersinggungan dengan tanah, sehingga akar tumbuh dalam tanah, terkadang akar antara bibit satu dengan yang lain saling menembus antar polybag. Keadaan ini mengakibatkan semai stres dan bahkan mati sewaktu dilakukan pengangkutan karena akar putus waktu diangkat.
2). Karena media tanah mampu mengikat unsur hara cukup lama, maka bibit terlalu subur, ehingga bibit lam ban dalam pengerasan batang dan rusak sewaktu dipindah ke areal penanaman. Kerusakan yanag sering terjadi antara lain:
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Patah pucuk
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Bibit mengalami kelayuan akibat mengalami dehidrasi yang cukup berat
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Patah batang
<!--[if !supportLists]-->·         <!--[endif]-->Media pecah sehingga perakaran putus
<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Wadah
Wadah bibit untuk tanaman hutan dapat dibedakan dari segi dapat atau tidaknya ditembus akar. Wadah bibit yang umum digunakan di persemaian sementara adalah kantong pastik hitam. Wadah seperti ini termasuk yang tidak dapat ditembus akan dan air, maka perlu dibuat lubang kecil pada bagian bawah sampai tengahnya agar air siraman tidak menggenang di dalam wadah.
Kelebihan wadah bibit yang tidak dapat ditembus akar dibandingkan dengan wadah yang dapat ditembus akar adalah :
1). Dapat digunakan berkali-kali, tegantung kepada ketebalan dinding dan ketebalan.
2). Akar bibit yang satu tidak saling berhubungan/bertautan dengan akar bibit lainnya.
3). Bibit yang terserang penyakit mudah dipisahkan dan tidak cepat menyebar ke bibit lain.
4). Lama waktu di persemaian dapat diperpanjang beberapa minggu sampai lahan siap ditanami.
Kelemahan dari wadah tersebut di atas adalah:
1). Harga umumnya lebih mahal.
2). Wadah harus dilepas pada saat penanaman, sehingga biaya penanaman lebih mahal.
3). Pada bibit dalam kantong plastik harus ditanaman sebelum akar bibit melingkar di dasar wadah, karena perkembangan akar selanjutnya di lapangan dipengaruhi oleh kondisi akar di dalam wadah (Evans, 1982; Hendromono, 2003).
<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Penyapihan
Benih yang telah berkecambah menyerupai pentol korek dilakukan penyapihan, dicabut secara hati-hati dan diletakkan dalam wadah yang diisi air. Kecambah yang dicabut dari media harus tersapih pada hari itu juga, dan tidak ada penundaan penyapihan karena akan menurunkan persen hidup kecambah. Kecambah yang telah mekar dan muncul daun dihindarkan untuk disapih, karena kecambah ini sudah mengalami proses fotosintesis serta sudah tumbuh akar sekunder cukup banyak. Apabila dilakukan pencabutan, kecambah akan cepat layu karena mengalami dehidrasi, keadaan ini akan semakin parah akibat banyak akar yang terputus.
<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Pemeliharaan
Bibit yang berkualitas tidak terlepas dari tindakan pemeliharaan, beberapa hal yang dilakukan adalah penyiraman, pendangiran dan weeding, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit. Empat kegiatan tersebut dilakukan secara terpadu dan terencana sehingga di dapat bibit bermutu tinggi, tepat waktu dan jumlah yang cukup.
<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Penyiraman
Penyiraman dilakukan 3 kali sehari bila keadaan cuaca yang angat terik tetapi jika terjadi hujan yang cukup (di atas 1000 mm) penyiraman dilakukan 2 kali pagi dan sore.
<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Pendangiran dan Weeding
Untuk memperbaiki aerasi dan drainase bibit dilakukan pendangiran, keadaan ini akan merangsang pembentukan akar. Tindakan ini dilakukan karena media tanah dari semai terkadang mengalami pengerasan permukaan. Pendangiran (penggemburan) dilakaukan bersamaan pada saat pembersihan (weeding) dari tumbuhan penggganggu.
<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Pemupukan
Untuk mendapatkan bibit yang baik, dalam pemeliharaan bibit tidak terlepas dari tindakan pemupukan. Tanaman membutuhkan unsur-unsur makro dalam pertumbuhannya yaitu unsur Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K). Unsur P diberikan bersamaan sewaktu pengisian media ke dalam polybag sedangkan unsur N dan K diberikan sebagai pupuk susulan. Pemberian pupuk tersebut tergantung tingkat kesuburan media tanam, jika media cukup subur maka tidak perlu dipupuk organik.
Pada umumnya pemberian pupuk makro di atas, unsur N adalah paling menonjol peranannya dalam pertumbuhan bibit. Bibit yang dipupuk susulan dengan N saja tumbuh lebih baik dibandingkan dengan yang mendapatkan P dan K. Unsur P dan K apabila bekerja secara individu ternyata tidak berpangaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pada bibit Acacia mangium pemupukan dasar unsur P sebanyak 0,46 gr/polybag atau setara dengan 1 gr TSP/polybag. Pupuk susulan dilakukan dua kali yaitu pada umur 15 hari setelah sapih dan 30 hari setelah sapih, dengan dosis masing-masing unsur N dan K adalah 0.1 gr/polybag atau setara 0.22 gram Urea/polibag dan 0.16 gr KCl/polybag (Riantoko dan Arisman, 1996).
<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Pemberantasan hama dan penyakit
Untuk mengantisipasi adanya serangan hama dan penyakit maka di setiap persemaian dilengkapi dengan berbagai macam obat-obatan pemberantasan hama dan penyakit. Menurut Anggraeni (1999) bahwa penyakit yang banyak menyerang tanaman di persemaian adalah penyakit lodoh (damping off), yaitu menyerang pada waktu tanaman masih sekulen dan belum banyak membentuk kutikula sebagai akibat serangan berbagai jenis fungi tanah (soil borne pathogen). Tanda umum dari gejala penyakit lodoh adalah lodoh benih (germination loss), lodoh dalam tanah (pre-emergence damping off), lodoh batang (post emergence damping off) dan lodoh pada kotiledon (top damping off). Beberapa fungi penyebab penyakit lodoh pada semai tanaman hutan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Patogen Penyebab Penyakit Lodoh pada Semai Tanaman Hutan
Jenis Pohon
Patogen Penyebab
Sumber
Pinus merkusii
Rhizoctonia solani
Rhizoctonia sp.
Fusarium moniliforme
F. bulbigenum
Botryodiplodia sp
Fusarium sp.
F. moniliforme
F. solani
Pythium sp.
Suharti (1973)

Acacia mangium
Fusarium sp
Herawan (1987)
Rumdono (1987)

Eucalyptus urophylla
Phytium sp.


Rhizoctonia sp.
Sclerotium sp.
Anggraeni dan Suharti, 1997

Ruga (1991)
Paraserianthes falcataria
Rhizoctonia sp.
Fusarium oxysporum

Rhizoctonia sp.

Rhizoctonia sp.
Aspergilus sp.
Aspergilus spp.

Botryodiplodia sp.


Rhizoctonia sp.
F. oxysporum
Indrawati (1991)


Wulandari (1992)

Juliarti (1992)



Anggraeni dan Suharti (1997)

Setiono (1992)
Sumber : Anggreni (1999)


PENUTUP

Kebijakan Departemen Kehutanan melalui Program GERHAN merupakan langkah strategis dalam upaya mengurangi percepatan deforestasi hutan dan degradasi lahan yang tidak seimbang dengan percepatan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan. Masih banyak masalah dan kendala dalam pelaksanaan GERHAN dimana salah satu faktor kendala tersebut adalah kerusakan bibit akibat faktor media, pengepakan, pengakutan, waktu dan kualitas bibit.
Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan bibit yang berkualitas dalam mendukung keberhasilan GERHAN adalah peran persemaian yang umumnya merupakan persemaian sementara yang masih banyak kelemahan. Penggunaan media semai lebih baik menggunakan bahan yang berserat sehingga media tidak hancur sewaktu pencabutan dari tempat media. Satu hal yang diperhatikan adalah penggunaan top soil yang besar-besaran sebagai media bibit merupakan hal yang ironis dan apabila tidak terkendali akan menimbulkan masalah degradasi lahan karena pemanfaatan topsoil justru dapat menimbulkan lahan semakin kritis.
Uraian teknik produski bibit saat ini masing kurang sehingga diharapkan pengalaman dari para pembuat bibit di lapangan perlu disosialisasikan agar pengalaman yang baik pada satu tempat dapat diujicobakan di tempat lain. Kaitannya dengan hal tersebut, maka kerjasama antara pembuat bibit dengan Litbang Kehutanan perlu ditingkatkan, selain untuk bertukar pengalaman antara peneliti dan prktisi juga untuk menyebarluaskan hasil dari ujicoba tersebut. Semoga media ekspose ini menjadikan wadah dan perhatian kita akan pentingnya kerjasama dalam kegiatan penelitian di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I. 1999. Prospek Penggunaan Glio-kompos sebagai Media Tanam untuk Menekan Penyakit Lodoh pada Persemaian Tanaman Hutan. Prosiding : Ekspose Hasi-Hasil Penelitian “Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penguasahaan Hutan. Bogor 11 Pebruari 1999. Puslitbang Hutan dan KA. Bogor.
Darwo, A. Sukmana dan D.A. Wibowo. 2005. Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Pertumbuhan Tanaman GERHAN di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera. (Tidak diterbitkan).
Djam’an,D.F. 2001. Informasi Singkat Benih Toona sureni (Blume) Merr. Indonesia Forest Seed Project. No. 24, Maret 2001. Bandung.
Evans, 1982. Plantation forestry in the tropic. Clarendon Press. Oxford.
GOI/FAO. 1990. Sitution and Outlook of the Forestry Sector in Indonesia Vol. 2: Forest Resouce
Hendromono. 2003. Peningkatan mutu bibit pohon hutan dengan menggunakan medium organik dan wadah yang sesuai. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Forestry Research and Development. Vol 4 no 2.
___________. 1998a. Pengaruh Media Organik dan Tanah Mineral terhadap Mutu Bibit Pterygota alata Roxb. Buletin Penelitian Hutan 617:55-64. Pusat Penelitian dan pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Hidayat,J. dan C.P. Hansen. 2001. Informasi Singkat Benih Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese. Indonesia Forest Seed Project. No. 12, Maret 2001. Bandung.
________, D. Iriantono dan P. Ochsner. 2001. Informasi Singkat Benih Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen. Indonesia Forest Seed Project. No. 23, Maret 2001. Bandung.
Joker,D. 2001. Informasi Singkat Benih Acacia mangium Willd. Indonesia Forest Seed Project. No. 1, Maret 2001. Bandung.
______. 2001. Informasi Singkat Benih Azadirachta indica A.Juss. Indonesia Forest Seed Project. No. 3, Maret 2001. Bandung.
______. 2001. Informasi Singkat Benih Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Indonesia Forest Seed Project. No. 4, Maret 2001. Bandung.
______. 2001. Informasi Singkat Benih Swietenia macrophylla King. Indonesia Forest Seed Project. No. 5, Maret 2001. Bandung.
______. 2001. Informasi Singkat Benih Cinnamomum camphora (L.)J. Presl. Indonesia Forest Seed Project. No. 10, Maret 2001. Bandung.
Kartiko, H.D.P. 2001. Informasi Singkat Benih Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz. Indonesia Forest Seed Project. No. 13, Maret 2001. Bandung.
Leksono,B. dan Mashudi. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Eucalyptus pellita. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Purwobinangun.
_________ dan T. Setyaji. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Acacia mangium. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Purwobinangun.
Nurhasybi dan D.J. Sudrajat. 2001. Informasi Singkat Benih Agathis loranthifolia R.A. Salisbury. Indonesia Forest Seed Project. No. 14, Maret 2001. Bandung.
Pramono,A.A., dan D.F. Djam’an. 2001. Informasi Singkat Benih Altingia excelsa Noronha. Indonesia Forest Seed Project. No. 25, Maret 2001. Bandung.
Rachmawati, D. Iriantono dan C.P. Hansen. 2001. Informasi Singkat Benih Gmelina arborea Roxb. Indonesia Forest Seed Project. No. 16, Maret 2001. Bandung.
Riyantoko, I dan H. Arisman. 1996. Pengalaman Produksi Bibit Acacia mangium di Areal Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Musi Hutan Persada. Makalah pada Workshop Perkembangan Teknik Produksi Tanaman Hutan. Parapat, 30-31 Mei 1996.
Sianturi,A. 1996. Teknik Produksi Bibit dalam Pembangunan Hutan Tanaman. Makalah Pembahas pada Workshop Perkembangan Teknik Produksi Tanaman Hutan. Parapat, 30-31 Mei 1996.
Valli, I. 1994. Essential element of reforestation: A Proper nursery. Seminar from Grassland to forest: Profitable and Sustainable reforestation of Alang-alang in Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar